
Transformasi digital kini menyapa lahan-lahan pertanian. Dari pengambilan keputusan hingga panen, AI mulai mengambil alih peran-peran strategis demi keberlanjutan.
PASAR kecerdasan buatan (AI) di sektor pertanian global tengah mengalami percepatan luar biasa. Menurut laporan terbaru dari SNS Insider, nilai pasar ini melonjak dari USD 1,8 miliar pada 2023 dan diprediksi mencapai USD 12,8 miliar pada 2032. Tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 24,34 persen menjadi sinyal kuat bahwa dunia pertanian tengah bertransformasi menuju praktik yang lebih cerdas, presisi, dan berkelanjutan.
Di tengah tekanan perubahan iklim dan lonjakan kebutuhan pangan global, sektor pertanian kini memanfaatkan AI untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menekan pemborosan. Teknologi ini tak hanya mampu memperkirakan hasil panen dan mendeteksi penyakit tanaman secara real-time, tetapi juga memungkinkan pengambilan keputusan yang berbasis data—mulai dari kapan menanam hingga bagaimana memupuk.
Amerika Serikat Memimpin, Asia-Pasifik Mengejar
Mengutip Know ESG, Amerika Serikat menjadi pionir dalam adopsi teknologi ini. Pasar AI pertanian di negeri Paman Sam diproyeksikan tumbuh dari USD 0,5 miliar pada 2023 menjadi USD 3,4 miliar pada 2032. Dorongan utama berasal dari investasi masif di pertanian presisi, regulasi yang mendukung, dan penetrasi awal teknologi otomatisasi. Sebagian besar dari nilai ini berasal dari perangkat lunak yang mendukung pengolahan data dari sensor dan mesin-mesin canggih di lapangan.
Baca juga: Pertanian Regeneratif, Tren Diam-diam Mengubah Indonesia
Asia-Pasifik, meski belum memimpin dalam nilai pasar, diprediksi menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat hingga 2032. Negara-negara seperti India, Tiongkok, dan Jepang mempercepat adopsi AI sebagai jawaban atas tantangan produktivitas dan ketahanan pangan nasional. Pemerintah di kawasan ini juga aktif mendorong inisiatif pertanian digital dan memfasilitasi ekosistem startup teknologi pertanian.

Teknologi yang Mendefinisikan Masa Depan
Di sisi teknologi, pembelajaran mesin dan deep learning menyumbang 47 persen pangsa pasar pada 2023. Algoritma ini terbukti efektif membaca pola dari data tanah, cuaca, dan tanaman. Ini memungkinkan perencanaan yang lebih akurat dan intervensi yang cepat.
Baca juga: Sektor Pertanian, 25 Tahun Terjebak dalam Stagnasi Pertumbuhan
Namun yang tumbuh paling cepat adalah teknologi visi komputer. Kamera cerdas dan analisis gambar kini menjadi andalan untuk mengenali gulma, menilai buah, hingga mendeteksi serangan hama sejak dini. Di sisi lain, kehadiran robot pertanian juga mulai menggantikan tugas-tugas berat manusia, seperti menanam benih dan memanen hasil secara otonom.
Dari Tren Global ke Agenda Nasional
Lebih dari sekadar tren, AI dalam pertanian kini menjadi alat penting untuk menjawab tantangan zaman. Efisiensi sumber daya, adaptasi terhadap iklim, dan peningkatan hasil panen tidak lagi bisa mengandalkan metode konvensional semata. AI menawarkan solusi berbasis data yang responsif dan terukur.
Untuk Indonesia, momentum ini bisa menjadi pelajaran penting. Di tengah potensi agraris yang besar, pengembangan AI dalam pertanian harus mendapat tempat di peta kebijakan nasional. Bukan hanya untuk mendongkrak produksi, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan sektor pertanian dalam jangka panjang. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.