![](https://mulamula.id/wp-content/uploads/2024/06/Tomira1-1.jpg)
BAGI yang baru datang ke Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pasti akan merasakan ada sesuatu yang berbeda. Pemandangan lazim yang biasanya terlihat di hampir seluruh sudut Indonesia tampak hilang: tidak ada Alfamart dan Indomaret. Sebagai gantinya, Anda akan menemukan sebuah fenomena unik yang disebut ToMiRa, Toko Milik Rakyat.
Di tengah gegap gempita ekspansi ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret yang mendominasi hampir setiap sudut permukiman di Indonesia, sebuah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kulon Progo, hadir dengan kearifan lokal yang inspiratif.
Warga Kulon Progo telah menemukan cara unik untuk melawan arus dominasi ini melalui semangat gotong royong dan pemberdayaan ekonomi lokal dengan pendirian ToMiRa.
Di setiap jengkal kota dan desa di Indonesia, kehadiran minimarket ritel modern sudah tidak asing lagi. Alfamart dan Indomaret dengan cepat menjadi bagian dari lanskap sehari-hari, menawarkan kenyamanan dan akses mudah untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, di balik kenyamanan tersebut, ada kekhawatiran yang tumbuh mengenai dampak negatif pada usaha kecil dan pasar tradisional yang menjadi tulang punggung perekonomian lokal selama bertahun-tahun.
Langkah Berani Kulon Progo: Dari Perda hingga ToMiRa
Pada tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 11 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional Serta Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kabupaten Kulon Progo.
Perda ini mengatur bahwa toko modern berstatus jejaring dan waralaba yang berjarak kurang dari 1.000 meter dari pasar tradisional akan dikenakan sanksi penutupan toko.
Kebijakan ini langsung berdampak pada sekitar 18 minimarket modern Alfamart dan Indomaret yang terbukti melanggar aturan tersebut. Menghadapi situasi ini, Hasto Wardoyo, Bupati Kulon Progo saat itu, mencari solusi yang tidak hanya menegakkan aturan tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal.
Bersamaan dengan program “Bela Beli Kulon Progo” yang bertujuan memajukan dan mensejahterakan UMKM, Pemda Kulon Progo memutuskan untuk mengadopsi pendekatan kemitraan. Terjadilah kesepakatan untuk melakukan kerja sama yang bersifat kemitraan dengan koperasi dan UMKM melalui program ToMiRa, Toko Milik Rakyat.
![](https://mulamula.id/wp-content/uploads/2024/06/Tomira-3.jpg)
ToMiRa: Simbol Gotong Royong dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Foto: ppklkulonprogodiy.
ToMiRa merupakan hasil perkawinan antara toko modern dengan koperasi dan UMKM. Dilansir dari menpa.go.id, program ini lahir dari Nota Kesepahaman yang ditandatangani antara Direktur PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. dengan Bupati Kulon Progo pada tanggal 1 September 2014, serta Nota Kesepahaman antara Direktur PT. Indomarco Prismatama dengan Bupati Kulon Progo pada tanggal 23 Agustus 2016.
ToMiRa bukan sekadar toko kelontong biasa. Di sini, warga setempat bersama-sama mengelola dan menjalankan toko ini dengan prinsip-prinsip gotong royong yang telah menjadi bagian integral dari budaya mereka.
Toko ini tidak hanya menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menjadi pusat kegiatan komunitas, tempat bertukar informasi, dan mempererat hubungan sosial antarwarga.
Baca juga: Akhir Era Sepatu Ki(Ba)ta di Purwakarta
Dampak Positif ToMiRa
Sejak kehadiran ToMiRa, terjadi perubahan signifikan terhadap kapasitas koperasi. Branding toko yang mengombinasikan nama Alfamart atau Indomaret dengan koperasi lokal menjadi simbol kolaborasi yang sukses.
Selain itu, ToMiRa juga mendukung produk-produk lokal yang dijual di toko ini, sebagian besar berasal dari petani dan produsen lokal. Hal ini tidak hanya mendukung perekonomian lokal tetapi juga memastikan bahwa produk yang dijual segar dan berkualitas.
Keunikan dari ToMiRa adalah pendekatan mereka terhadap pengelolaan dan keuntungan. Seluruh keuntungan dari toko ini dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan, seperti pelatihan keterampilan, dukungan untuk usaha kecil, dan kegiatan sosial lainnya.
Dengan demikian, keuntungan yang dihasilkan tidak hanya memperkaya individu tertentu, tetapi menyebar luas untuk kesejahteraan bersama.
Langkah yang diambil Kulon Progo ini menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal bisa menjadi solusi kreatif dalam menghadapi tantangan modernisasi. Di tengah dominasi ritel besar, Kulon Progo berhasil menunjukkan bahwa dengan semangat gotong royong dan pemberdayaan lokal, masyarakat bisa mandiri dan sejahtera tanpa harus mengorbankan identitas dan budaya mereka.
Dengan demikian, ToMiRa tidak hanya menjadi alternatif bagi ritel modern, tetapi juga simbol ‘perlawanan’ dan kemandirian masyarakat Kulon Progo. Semangat ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia untuk menemukan cara unik positif mereka sendiri dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan pelestarian budaya lokal. ***