Banjir di Gurun Sahara, Fenomena Langka yang Kejutkan Dunia

Gurun Sahara. Foto: Tomáš Malík/ Pexels.

GURUN Sahara, salah satu tempat terkering di dunia, baru-baru ini, mengalami kejadian langka: hujan deras dan banjir.

Fenomena ini mengejutkan para ilmuwan dan menjadi sorotan global karena tidak biasanya Sahara mengalami curah hujan setinggi ini.

Menurut laporan LiveScience, hujan yang terjadi di Gurun Sahara mungkin berkaitan dengan kondisi cuaca di Samudra Atlantik. Musim badai Atlantik tahun ini sangat tenang, yang mungkin telah memengaruhi pergerakan atmosfer dan menyebabkan curah hujan besar di wilayah yang biasanya kering.

Ilmuwan atmosfer di ETH Zürich, Moshe Armon, mengonfirmasi bahwa Sahara secara keseluruhan memang kadang menerima hujan, tetapi intensitas curah hujan saat ini jauh melebihi rata-rata.

“Beberapa bagian Sahara kini mengalami curah hujan lima kali lipat dari rata-rata bulan September,” ungkapnya.

Perubahan Iklim atau Fluktuasi Alamiah?

Banjir yang melanda Sahara menimbulkan perdebatan di kalangan ilmuwan mengenai penyebabnya. Sebagian berpendapat bahwa ini merupakan bagian dari fluktuasi alamiah iklim Bumi. Namun, ilmuwan lainnya, termasuk Jason Dunion dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), menyoroti peran manusia sebagai penyebab perubahan iklim ini.

Dunion menyatakan bahwa lebih dari separuh badai Atlantik besar berasal dari wilayah selatan Sahara, tetapi tahun ini berbeda, di mana badai hampir tidak terbentuk.

Keadaan tenang di Atlantik ini diyakini menjadi salah satu faktor yang memungkinkan terbentuknya pola cuaca yang memicu banjir di Sahara.

Namun, Dunion juga mengingatkan bahwa puncak musim badai Atlantik biasanya terjadi pada pertengahan September. Sehingga masih ada potensi badai besar dalam beberapa waktu mendatang.

Citra satelit Gurun Sahara sebelum (22 Agustus 2024, kiri) dan sesudah (10 September 2024, kanan) hujan. Foto: NASA Worldview/ livescience.
Peran Suhu Laut dalam Peningkatan Curah Hujan

Tidak hanya itu, dugaan lain, suhu air laut yang lebih hangat di Atlantik Utara dan Laut Mediterania juga berperan dalam meningkatkan curah hujan di Sahara.

Moshe Armon menambahkan bahwa pemanasan global yang ekses emisi gas rumah kaca telah menyebabkan lautan menyerap lebih banyak panas. Sehingga pada gilirannya meningkatkan kemungkinan hujan lebat di wilayah yang biasanya kering.

Menurut proyeksi model iklim, jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, Sahara bisa mengalami kondisi lebih basah pada masa depan.

Sebuah studi yang dipublikasikan di Nature Climate Change juga menguatkan prediksi tersebut, dengan menyebutkan bahwa monsun Afrika mungkin bergeser lebih jauh ke utara pada akhir abad ini, yang berarti gurun Sahara akan mengalami lebih banyak hujan di tahun-tahun mendatang.

Ancaman dan Peluang

Fenomena ini bukan hanya anomali cuaca biasa, tetapi juga sinyal dari dampak perubahan iklim global yang semakin nyata.

Kenaikan curah hujan di Sahara membuka peluang baru dalam penelitian iklim. Tetapi juga mengingatkan kita akan ancaman ekosistem gurun dan pengaruhnya terhadap masyarakat lokal.

Sahara yang terkenal sebagai simbol kekeringan dan gersang kini menghadapi perubahan yang tidak terduga.

Apakah ini bagian dari siklus alam atau gejala perubahan iklim yang lebih besar, hanya waktu yang akan menjawabnya.

Yang jelas, fenomena ini memberi kita peringatan bahwa perubahan iklim dapat memengaruhi wilayah mana pun, bahkan tempat yang tampaknya tak terjamah hujan seperti Sahara. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *