COP30, Perjuangan Negara Berkembang untuk Keadilan Iklim

COP30 optimistis memperjuangkan pendanaan iklim yang adil bagi negara berkembang, dengan dukungan Brasil dan kelompok BRICS. Foto: Smartcitiesworld.

BRASIL bersiap menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) dengan membawa misi besar: memperjuangkan keadilan pendanaan iklim bagi negara-negara berkembang. Saat komunitas global menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin nyata, pertarungan antara negara-negara kaya dan miskin terkait pendanaan mitigasi dan adaptasi kembali mencuat.

Pada COP29 tahun lalu di Azerbaijan, janji negara-negara maju untuk meningkatkan pendanaan hingga USD 300 miliar per tahun pada 2035 menjadi angin segar. Namun, angka ini masih jauh dari kebutuhan sebenarnya. Menurut laporan terbaru, negara-negara berkembang memerlukan sekitar USD 1,3 triliun setiap tahun untuk mendukung transisi energi dan pengurangan dampak perubahan iklim.

“Memenuhi target pendanaan ini akan menjadi tantangan besar, terutama dengan keterlibatan Amerika Serikat yang masih penuh ketidakpastian,” ujar Presiden COP30, Andre Correa do Lago.

Menantang Dominasi Negara Kaya

Peran Amerika Serikat dalam pendanaan iklim menjadi salah satu isu sentral. Meskipun di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden AS kembali menunjukkan komitmen untuk mendukung inisiatif iklim, ketegangan terkait alokasi kontribusi tetap tinggi. Baca juga: Trump Hentikan Mandat Kendaraan Listrik, Apa Dampaknya? Negara-negara maju, termasuk Uni Eropa, kerap menyerukan agar negara berkembang yang semakin kaya seperti Cina dan negara-negara Teluk ikut memberikan kontribusi lebih besar.

Baca juga: Negosiasi Iklim 2024 Masih Jalan di Tempat

Namun, negara-negara berkembang berpendapat bahwa tanggung jawab utama tetap berada di negara-negara maju yang secara historis menjadi kontributor terbesar emisi gas rumah kaca.

“Negara maju ingin menurunkan kontribusi mereka, yang sebenarnya bertentangan dengan semangat keadilan iklim,” tegas Correa do Lago.

Brasil, yang juga memimpin kelompok BRICS tahun ini, memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisi negara-negara berkembang. Dalam pertemuan G20 sebelumnya, Brasil berhasil memblokir usulan negara maju yang ingin memasukkan kewajiban pendanaan iklim bagi negara berkembang.

Logo COP30 melambangkan harapan dan aksi global untuk mewujudkan keadilan iklim, dengan Brasil sebagai tuan rumah perjuangan negara berkembang. Foto: X/ @COP30Amazonia.
BRICS dan Strategi Solidaritas

Kelompok BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan harapannya menjadi tulang punggung solidaritas negara berkembang dalam memperjuangkan pendanaan iklim. Upaya untuk membangun konsensus internal ini diharapkan memperkuat posisi tawar negara-negara berkembang dalam perundingan COP30.

Baca juga: Tahun Terpanas, Negosiasi Iklim 2024 Masih Belum Menunjukkan Harapan

Correa do Lago juga menyoroti peran penting Cina. Selain menjadi penghasil emisi terbesar dunia, Cina telah memberikan kontribusi besar melalui investasi teknologi energi bersih. Penurunan harga panel surya dan kendaraan listrik berkat inovasi Cina menjadi keuntungan signifikan bagi negara-negara berkembang.

“Kontribusi seperti ini jauh lebih berarti dibandingkan kontribusi simbolis semata,” tambah Correa do Lago.

COP30, Ujian Solidaritas Global Hadapi Krisis Iklim

COP30 menjadi peluang strategis untuk menekan negara maju agar memenuhi janji pendanaan mereka. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama terkait dinamika geopolitik. Mundurnya AS dari Perjanjian Paris pada masa lalu masih meninggalkan dampak terhadap struktur pembiayaan iklim global.

Selain itu, upaya negara maju untuk memindahkan sebagian tanggung jawab kepada negara berkembang berpotensi menciptakan friksi baru. Konsensus global diperlukan untuk memastikan transisi energi yang adil, di mana pendanaan tidak hanya menjadi janji, tetapi juga terealisasi secara konkret.

Baca juga: PBB: Krisis Iklim Semakin Parah, Dunia Harus Bertindak Sekarang

Brasil, dengan komitmennya untuk menekan deforestasi dan mengembangkan energi terbarukan, bertekad membuktikan bahwa negara berkembang juga memiliki peran strategis dalam solusi iklim. Namun, dukungan finansial yang memadai dari negara maju tetap menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.

Pertemuan COP30 di Brasil bukan hanya ajang negosiasi, melainkan ujian bagi dunia untuk menunjukkan solidaritas global dalam menghadapi krisis iklim. Bagi negara-negara berkembang, pertemuan ini adalah momentum untuk memperjuangkan hak mereka atas pendanaan yang adil.

Baca juga: COP29: Janji Iklim, Ketimpangan, dan Masa Depan Transisi Hijau

Dengan tantangan yang terus meningkat, Brasil dan kelompok BRICS harus mampu membangun konsensus yang kuat, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk jutaan orang yang terdampak krisis iklim di seluruh dunia. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *