CHINA kembali membuat gebrakan besar dalam upaya mencapai netralitas karbon dengan menyetujui pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di dunia. Berlokasi di bagian hilir Sungai Yarlung Zangbo, proyek ini tak hanya menawarkan potensi energi luar biasa. Tetapi, juga menyimpan kontroversi terkait dampak sosial, lingkungan, dan geopolitik di kawasan Asia Selatan.
Potensi Energi Luar Biasa
Bendungan ini diproyeksikan mampu menghasilkan hingga 300 miliar kilowatt-jam (kWh) listrik setiap tahunnya. Lebih dari tiga kali lipat kapasitas bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam), yang saat ini memegang rekor sebagai PLTA terbesar di dunia.
Dengan aliran air yang mengalir deras dari ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut sepanjang 50 kilometer, lokasi ini menawarkan potensi energi luar biasa.
Baca juga: China Hadirkan Ladang Surya Lepas Pantai Terbesar Dunia
Menurut laporan Power Construction Corp of China, bendungan ini akan menjadi kunci bagi China untuk memenuhi target puncak karbon sebelum 2030. Dan mencapai netralitas karbon pada 2060. Selain itu, proyek ini juga diharapkan membuka lapangan kerja baru di Tibet dan mendorong pertumbuhan industri rekayasa di kawasan tersebut.
Biaya dan Dampak Sosial
Namun, ambisi besar ini datang dengan harga yang tak kecil. Biaya pembangunan bendungan di Tibet diperkirakan melebihi Rp 564,7 triliun, jauh melampaui biaya pembangunan Tiga Ngarai. Belum lagi potensi pemindahan ribuan, bahkan jutaan, penduduk lokal yang terdampak.
Baca juga: China Bangun ‘Tembok Raksasa’ Energi Surya
Sayangnya, hingga kini, otoritas China belum mengungkapkan secara pasti berapa banyak orang yang akan tergusur oleh proyek ini. Selain itu, masih belum jelas bagaimana pembangunan bendungan akan memengaruhi salah satu ekosistem terkaya di dataran tinggi Tibet, yang menjadi rumah bagi banyak spesies flora dan fauna endemik.
Risiko Lingkungan dan Geopolitik
Meski pemerintah China mengklaim proyek ini tidak akan berdampak besar terhadap lingkungan maupun aliran sungai di hilir, kekhawatiran terus mengemuka dari negara-negara tetangga. Khususnya India dan Bangladesh. Sungai Yarlung Zangbo yang berubah menjadi Sungai Brahmaputra saat memasuki India adalah sumber air utama bagi jutaan orang di kedua negara.
India dan Bangladesh khawatir proyek ini akan mengganggu aliran air. Juga memengaruhi pasokan irigasi, dan mengubah ekosistem sungai yang menjadi penyangga kehidupan di wilayah hilir. Beberapa analis bahkan memperingatkan potensi konflik geopolitik akibat perubahan signifikan pada aliran sungai lintas negara.
Baca juga: China Kuasai 50% Energi Terbarukan Global pada 2030
China sendiri telah mengembangkan sejumlah proyek PLTA di bagian hulu Yarlung Zangbo, dengan rencana memperbanyak pembangunan di masa mendatang. Ketergantungan pada energi hijau di satu sisi menjadi langkah maju bagi keberlanjutan global. Tetapi, di sisi lain, risiko sosial dan lingkungan perlu dikelola dengan bijak.
Pelajaran bagi Praktisi Keberlanjutan
Pembangunan bendungan besar seperti ini menggarisbawahi dilema antara kebutuhan akan energi hijau dan dampaknya terhadap komunitas lokal serta ekosistem. Untuk para praktisi dan pemerhati keberlanjutan di Indonesia, proyek ini menjadi pelajaran penting.
Indonesia yang juga kaya potensi energi terbarukan, seperti PLTA di Kalimantan dan Sumatra, dapat belajar dari kasus ini. Belajar untuk memastikan pembangunan infrastruktur energi ramah lingkungan tidak mengorbankan komunitas lokal dan biodiversitas. Transparansi, partisipasi publik, serta kolaborasi dengan negara-negara tetangga juga menjadi kunci dalam pengelolaan proyek lintas batas.
Baca juga: Pasar Teknologi Hijau Melonjak, Indonesia Siap?
Dengan meningkatnya kebutuhan energi yang ramah lingkungan, penting untuk memastikan bahwa langkah menuju masa depan hijau tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar bagi manusia dan alam. Proyek bendungan di Tibet adalah cerminan ambisi global dalam transisi energi sekaligus peringatan akan risiko yang harus diantisipasi. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.