Fenomena Bediding: Suhu Dingin Ekstrem di Musim Kemarau Indonesia

Jakarta, salah satu wilayah di Pulau Jawa yang terkena dampak fenomena bediding. Gambar diambil Jumat (5/7) pagi. Foto: Hamdani S Rukiah/ MulaMula.

SAAT ini, fenomena unik yang dikenal sebagai “bediding” kembali melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Fenomena ini ditandai dengan penurunan suhu udara yang drastis pada malam hingga pagi hari, menciptakan kondisi yang sangat berbeda dari biasanya.

Apa sebenarnya penyebab dari fenomena ini? Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasannya.

Apa Itu Bediding?

Istilah “bediding” berasal dari bahasa Jawa “bedhidhing,” yang merujuk pada perubahan suhu yang mencolok, terutama di awal musim kemarau. Ida Pramuwardani, Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, menyatakan bahwa fenomena ini umum terjadi di Indonesia, terutama pada puncak musim kemarau dari Juli hingga September.

Penyebab Fenomena Bediding

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena bediding:

Udara Kering: Musim kemarau ditandai dengan minimnya curah hujan, yang menyebabkan udara menjadi sangat kering. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah, sehingga lebih cepat kehilangan panas pada malam hari.

Langit Cerah: Kurangnya awan pada musim kemarau memungkinkan radiasi panas dari permukaan bumi untuk langsung terlepas ke atmosfer tanpa hambatan, menyebabkan penurunan suhu yang signifikan.

Topografi: Wilayah dataran tinggi atau pegunungan cenderung mengalami suhu yang lebih rendah karena tekanan udara yang lebih rendah dan kelembapan udara yang minim.

Ketiadaan Angin: Minimnya pergerakan angin mengakibatkan udara dingin terperangkap di dekat permukaan bumi, tanpa adanya pencampuran dengan udara yang lebih hangat.

Wilayah yang Terpengaruh

Pada Juli 2024, fenomena bediding telah melanda beberapa wilayah di Indonesia, terutama di daerah dataran tinggi bagian selatan, seperti Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Jakarta juga mengalami udara dingin dan kadang disertai hujan badai pada sore hari. Gambar diambil Jumat (5/7) sore. Foto: Hamdani S Rukiah/ MulaMula.

Di wilayah-wilayah ini, pagi hari terasa lebih dingin. Sedangkan suhu udara pada siang hari cenderung lebih panas. Ini akibat minimnya awan dan uap air yang memungkinkan radiasi matahari langsung mencapai permukaan bumi.

Baca juga: Jakarta Dihantam Hujan Lebat di Tengah Musim Kemarau

Dampak dan Imbauan BMKG

BMKG terus memantau perkembangan fenomena bediding dan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang signifikan ini. Masyarakat diharapkan untuk mengakses informasi terkini melalui situs resmi BMKG atau aplikasi mobile untuk mendapatkan update cuaca secara real-time.

Fenomena Terkait

Selain suhu dingin yang ekstrem, fenomena bediding juga bisa memicu kejadian aneh seperti embun upas di Dieng, Jawa Tengah. Embun upas adalah embun yang membeku menjadi es akibat suhu yang turun hingga mencapai nol derajat atau lebih rendah. Memberikan kesan dedaunan dan rumput tertutup salju.

Fenomena bediding, meskipun alami dan umum terjadi pada musim kemarau, tetap menjadi peristiwa yang menarik untuk diamati dan diantisipasi.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan dampaknya, kita bisa lebih siap menghadapi perubahan cuaca yang ekstrem.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *