![](https://mulamula.id/wp-content/uploads/2024/08/Screenshot-2024-08-27-160604-1.png)
JAKARTA, Mulamula.id – BMKG menyatakan bahwa gempa berkekuatan M5,5 yang mengguncang Gunung Kidul, Yogyakarta, Senin 26 Agustus 2024, merupakan jenis gempa dangkal yang terkait dengan fenomena megathrust.
Gempa ini tercatat terjadi pada pukul 19:57 WIB dengan pusat di laut, sekitar 95 km barat daya Gunung Kidul dan kedalaman 30 km.
Menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, lokasi dan kedalaman gempa menunjukkan keterkaitannya dengan zona subduksi megathrust. “Gempa ini terjadi di bidang kontak antar-lempeng, atau megathrust, yang berfungsi sebagai penyebab utama gempa dangkal di kawasan ini,” jelas Daryono mengutip tweetnya di akun X.
![](https://mulamula.id/wp-content/uploads/2024/08/Screenshot-2024-08-27-154740.png)
Gempa tersebut dirasakan di sejumlah wilayah di Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk Karangkates, Nganjuk, Malang, Sleman, dan Bantul. BMKG melaporkan bahwa hingga pagi ini, telah terjadi 77 aktivitas gempa susulan, dengan kekuatan terbesar M4,0.
Pihak BMKG juga menekankan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi risiko megathrust yang lebih besar di masa depan, dengan berbagai langkah mitigasi yang telah dipersiapkan.
Fenomena megathrust adalah jenis gempa bumi yang terjadi pada zona subduksi. Di mana satu lempeng tektonik menyelip di bawah lempeng lainnya. Daryono menambahkan, lokasi hiposenter gempa Gunung Kidul berada pada penampang melintang zona subduksi di selatan Yogyakarta, yang menunjukkan keterkaitannya dengan megathrust.
Baca juga: Megathrust Bayangi Indonesia, Siapkah Kita Menghadapinya?
Meskipun gempa ini berada di zona megathrust, BMKG memastikan bahwa gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan tsunami. “Hasil pemodelan menunjukkan bahwa meskipun gempa terjadi di zona megathrust, tidak ada potensi tsunami,” tegas Daryono.
Antisipasi dan Langkah-langkah dari BMKG
Gempa megathrust di Gunung Kidul menjadi perhatian dan BMKG telah mempersiapkan berbagai langkah antisipasi untuk menghadapi potensi gempa besar di masa depan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa pihaknya telah memasang sistem peringatan dini tsunami InaTEWS yang menghadap ke arah zona-zona megathrust.
“Sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS sengaja dipasang untuk menghadap ke zona-zona megathrust. Ini bagian dari langkah mitigasi kami,” kata Dwikorita.
Selain itu, BMKG juga melakukan edukasi kepada masyarakat lokal dan internasional mengenai kesiapsiagaan bencana dan perencanaan infrastruktur mitigasi.
Baca juga: Misteri Dua Zona Megathrust Indonesia yang Belum Bergerak
BMKG juga berupaya menjaga dan memeriksa sistem peringatan dini secara berkala, serta memastikan penyebarluasan informasi yang tepat kepada publik.
“Kami terus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa sistem peringatan dini dan jalur evakuasi berfungsi dengan baik,” imbuh Dwikorita.
Peringatan Dini dan Edukasi Masyarakat
BMKG juga telah bergabung dengan Indian Ocean Tsunami Information Center untuk mengedukasi negara-negara di Samudra Hindia dalam menghadapi risiko gempa dan tsunami.
Baca juga: Heboh Megathrust: Strategi BMKG Ubah Kepanikan Jadi Kesiapan
Selain itu, mereka mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana yang mungkin terjadi.
Dengan semua langkah ini, BMKG berharap masyarakat dapat lebih siap menghadapi kemungkinan bencana di masa depan. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.