
Oleh: Hamdani S Rukiah, SH, MH *
KOMISI III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja menyetujui hak imunitas bagi advokat dalam revisi RUU KUHAP. Keputusan ini menegaskan bahwa advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana selama menjalankan tugasnya dengan iktikad baik.
Bagi profesi hukum, ini adalah tonggak penting yang memberikan perlindungan bagi advokat dalam menjalankan tugasnya tanpa takut akan kriminalisasi. Namun, di balik niat perlindungan profesi ini, muncul kekhawatiran: apakah kebijakan ini membuka celah hukum yang dapat disalahgunakan?
Baca juga: RUU KUHAP Disepakati, Advokat Tak Bisa Dituntut Saat Bela Klien
Seorang advokat kerap berhadapan dengan kasus-kasus yang melibatkan kepentingan besar, termasuk pihak berkuasa yang mungkin tidak menghendaki pembelaan maksimal bagi seorang terdakwa. Tanpa imunitas, risiko intervensi dan kriminalisasi terhadap advokat menjadi ancaman nyata.
Celah Hukum yang Mengintai, Risiko Penyalahgunaan
Dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia, beberapa advokat pernah menjadi sasaran tuduhan pidana karena membela klien dalam kasus-kasus kontroversial. Dengan adanya hak imunitas, advokat dapat bekerja dengan lebih leluasa, memastikan hak-hak klien mereka terlindungi tanpa rasa takut akan balasan hukum yang tidak adil.
Namun, ada sisi lain dari kebijakan ini yang tak bisa diabaikan. Imunitas, jika tidak diatur dengan baik, bisa menjadi tameng bagi advokat yang menyalahgunakan profesinya. Tanpa mekanisme kontrol yang ketat, advokat dapat berlindung di balik hak istimewa ini untuk melakukan praktik-praktik yang bertentangan dengan hukum.
Baca juga: Revisi KUHAP: Advokat Kini Bisa Dampingi Saksi dalam Pemeriksaan
Beberapa kemungkinan penyalahgunaan yang dikhawatirkan antara lain adalah keterlibatan dalam penyembunyian bukti, pencucian uang dengan kedok konsultasi hukum, atau bahkan penyebaran informasi menyesatkan dengan alasan membela kepentingan klien.
Kasus-kasus di negara lain menunjukkan bagaimana imunitas advokat bisa menjadi pedang bermata dua. Di Amerika Serikat, skandal Enron pernah menyeret sejumlah pengacara yang diduga membantu manipulasi keuangan, tetapi sulit dituntut karena adanya perlindungan hukum bagi profesi mereka.

Di Inggris dan Prancis, hak imunitas advokat memang diakui, tetapi dengan batasan yang jelas. Di Inggris, perlindungan hanya berlaku dalam ruang sidang. Sementara di Prancis, advokat yang menyalahgunakan haknya tetap dapat dikenai sanksi hukum dan etika.
Baca juga: Perubahan Besar dalam KUHAP, Jenis Putusan dan Penegak Hukum Bertambah
Indonesia perlu belajar dari pengalaman ini agar hak imunitas advokat tidak justru melemahkan sistem peradilan yang seharusnya mengedepankan keadilan.
Menjaga Keseimbangan, Regulasi dan Pengawasan Ketat
Keputusan DPR ini akan membawa dampak besar bagi dunia hukum di Indonesia. Dalam beberapa tahun ke depan, kita bisa menyaksikan perubahan dalam cara advokat bekerja, baik dari segi kebebasan mereka dalam menangani kasus maupun dalam dinamika relasi mereka dengan penegak hukum lainnya.
Baca juga: Revisi KUHAP: Praperadilan Diperluas, PK akan Dibatasi
Namun, ada satu hal yang perlu diingat: sebuah kebijakan yang memberikan hak istimewa harus diimbangi dengan regulasi yang ketat. Jika tidak, yang seharusnya menjadi tameng perlindungan justru bisa berubah menjadi benteng penyalahgunaan.
DPR dan organisasi advokat harus memastikan bahwa mekanisme pengawasan terhadap para advokat diperkuat. Kode etik profesi harus ditegakkan lebih ketat, dengan sanksi yang jelas bagi mereka yang terbukti melanggar batas-batas etika hukum.
Baca juga: Revisi KUHAP: Wajib CCTV di Pemeriksaan, Cegah Intimidasi Penyidik
Transparansi dalam profesi hukum harus menjadi prioritas, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap advokat tetap terjaga. Imunitas advokat bukanlah kebal hukum, melainkan perlindungan yang harus digunakan secara bertanggung jawab.
Baca juga: Apa Arti Hukuman Mati Jika Tak Bisa Dieksekusi?
Pada akhirnya, hak imunitas advokat adalah langkah maju yang bisa memperkuat sistem hukum di Indonesia, asalkan diterapkan dengan pengawasan yang ketat. Jika tidak, kekhawatiran bahwa kebijakan ini justru menjadi celah hukum yang bisa disalahgunakan bukanlah sekadar teori, melainkan ancaman nyata bagi keadilan itu sendiri. ***
- Jurnalis, pemerhati keadilan sosial, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.