Hari Tanpa Bayangan, Fenomena Astronomi dan Energi Hijau

Fenomena Hari Tanpa Bayangan terjadi ketika Matahari tepat di atas kepala, membuat bayangan benda tegak menghilang sejenak. Peristiwa ini terjadi dua kali setahun di berbagai kota di Indonesia. Foto: Ilustrasi/ Arif Syuhada/ Pexels.

Pengantar Redaksi

Mulamula.id menghadirkan laporan bersambung tentang fenomena Hari Tanpa Bayangan. Artikel ini adalah bagian kedua yang membahas peristiwanya dalam perspektif lingkungan dan keberlanjutan. Nantikan ulasan berikutnya untuk memahami lebih dalam tentang dampaknya terhadap energi dan desain ramah lingkungan. – Salam Redaksi.

_______________________________

FENOMENA unik Hari Tanpa Bayangan kembali terjadi di Indonesia mulai Kamis (20/2), hingga awal April 2025. Fenomena ini, yang dikenal sebagai kulminasi utama, terjadi ketika Matahari berada tepat di atas kepala sehingga bayangan benda tegak seolah menghilang.

Selain sebagai peristiwa astronomi menarik, Hari Tanpa Bayangan juga memiliki relevansi dengan efisiensi energi dan adaptasi lingkungan di wilayah tropis.

Mengapa Hari Tanpa Bayangan Terjadi?

Hari Tanpa Bayangan terjadi karena rotasi Bumi tidak sejajar dengan bidang revolusinya. Akibatnya, posisi Matahari terus berubah sepanjang tahun antara 23,5 derajat lintang utara (LU) hingga 23,5 derajat lintang selatan (LS). Ketika deklinasi Matahari sama dengan lintang suatu lokasi, kulminasi utama pun terjadi.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena ini terjadi dua kali setahun di wilayah ekuator, termasuk Indonesia. Laporan BMKG menyebutkan bahwa perubahan posisi Matahari ini disebabkan oleh kemiringan sumbu Bumi terhadap orbitnya, yang dikenal sebagai gerak semu tahunan Matahari (BMKG, 2025).

Dari perspektif lingkungan, fenomena ini juga dapat menjadi acuan dalam desain arsitektur hijau dan optimalisasi energi surya. Wilayah tropis seperti Indonesia bisa memanfaatkan posisi Matahari ini untuk memaksimalkan pencahayaan alami dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil.

Jadwal Hari Tanpa Bayangan 2025
  • Pontianak: 20 Maret (11.50 WIB) & 23 September (11.35 WIB)
  • Jakarta: 4 Maret (12.04 WIB) & 9 Oktober (11.39 WIB)
  • Sabang, Aceh: 4 April & 7 September
  • Baa, NTT: 20 Februari & 21 Oktober

Kulminasi utama pertama pada 2025 dimulai di Baa, NTT, pada 20 Februari dan berakhir di Sabang, Aceh, pada 4 April. Gelombang kedua akan berlangsung dari 7 September di Sabang hingga 21 Oktober di Baa.

Cara Mengamati Hari Tanpa Bayangan

Masyarakat dapat menyaksikan fenomena ini dengan cara sederhana. Cukup letakkan benda tegak seperti tongkat atau botol di permukaan datar pada waktu kulminasi utama. Jika cuaca cerah, bayangan benda akan tampak menghilang sejenak sebelum kembali muncul.

Fenomena ini bukan hanya menarik untuk diamati, tetapi juga menjadi bukti nyata pergerakan Bumi dan posisinya terhadap Matahari. Selain itu, pemahaman tentang pergerakan Matahari ini juga bisa membantu dalam pengembangan teknologi energi surya yang lebih efisien di Indonesia. Jangan lewatkan kesempatan langka ini di kota Anda. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *