Industri Influencer: Makin Sesak, Makin Sulit Raup Cuan

Di balik gemerlap media sosial, kehidupan influencer tak selalu mewah. Banyak kreator menghadapi persaingan ketat dan pendapatan tak menentu. Foto: Ilustrasi/ George Milton/ Pexels.

MENJADI influencer atau kreator konten sering dianggap sebagai profesi impian. Gemerlap media sosial, kerja sama dengan brand besar, hingga potensi penghasilan fantastis menjadi daya tarik utama. Namun, realitas di balik layar jauh lebih kompleks.

Laporan terbaru The Wall Street Journal mengungkap bahwa platform kini lebih ketat dalam memberikan komisi. Sementara itu, brand juga semakin selektif dalam memilih influencer untuk diajak bekerja sama. Akibatnya, persaingan di industri ini semakin sengit.

Ketatnya Persaingan, Minimnya Kepastian

Clint Brantley, seorang kreator konten yang telah tiga tahun berkecimpung di dunia ini, merasakan langsung dampaknya. Meski memiliki lebih dari 400.000 pengikut dan rata-rata kontennya ditonton lebih dari 100.000 kali, penghasilannya masih di bawah gaji tahunan rata-rata pekerja full-time di AS, yaitu sekitar USD 58.084 atau Rp 950 jutaan.

Brantley bahkan belum berani menyewa apartemen karena pendapatannya yang tidak stabil. Saat ini, ia masih tinggal bersama ibunya di Washington. “Saya sangat rentan,” ungkapnya.

Baca juga: 7 Tanda Kamu Mungkin Sudah Menjadi Influencer Alami

Persaingan yang semakin ketat juga diperburuk dengan ancaman pemblokiran TikTok di AS. Banyak kreator khawatir akan kehilangan sumber penghasilan utama mereka jika platform ini benar-benar diblokir.

Semakin Banyak Pemain, Semakin Kecil Kue yang Dibagi

Goldman Sachs melaporkan bahwa pada 2023, sekitar 50 juta orang di seluruh dunia mencari penghasilan dari media sosial. Jumlah ini diprediksi terus bertambah dengan pertumbuhan tahunan 10-20% hingga 2028. Namun, seiring bertambahnya jumlah influencer, potensi penghasilan justru semakin menurun.

Menurut NeoReach, pada 2023:

  • 48% influencer memperoleh kurang dari USD 15.000 (Rp 245 juta) per tahun.
  • Hanya 14% yang menghasilkan lebih dari USD 100.000 (Rp 1,6 miliar).
Di tengah persaingan ketat, banyak influencer harus berjuang keras untuk tetap relevan. Bukan sekadar jumlah pengikut, tapi juga strategi dan keberlanjutan. Foto: Ilustrasi/ Ivan Samkov/ Pexels.

Faktor seperti jenis konten, durasi karier, dan status full-time atau part-time mempengaruhi pendapatan influencer. Beberapa kreator yang viral saat pandemi dengan konten fesyen, investasi, atau gaya hidup bisa meraup keuntungan besar. Namun, tren berubah cepat, dan mempertahankan relevansi adalah tantangan besar.

Pendapatan dari Platform Makin Terbatas

Dulu, platform media sosial cukup royal dalam membayar kreator. TikTok, YouTube Shorts, dan Instagram Reels bahkan menyediakan dana besar untuk mendorong lebih banyak konten kreatif. Namun, situasi kini berubah drastis:

  • TikTok mengharuskan kreator memiliki minimal 10.000 pengikut dan 100.000 view per bulan untuk mendapatkan komisi.
  • Instagram menguji program ‘invitation-only’ untuk membayar kreator.
  • YouTube hanya membagikan pendapatan iklan kepada kreator Shorts yang memiliki setidaknya 1.000 subscriber dan 10 juta view dalam 90 hari.

Baca juga: Impresi vs Like: Kunci Memahami Kinerja Konten di Media Sosial

Beberapa kreator mengaku semakin sulit mendapatkan uang dari platform. Ben-Hyun, misalnya, melihat pendapatannya turun drastis meski memiliki 2,9 juta pengikut. Jika dulu ia bisa mendapat USD 200-400 per satu juta view, kini hanya memperoleh USD 120 untuk video yang ditonton 10 juta kali.

Baca juga: HPN 2025: Media vs Media Sosial, Siapa Paling Berpengaruh?

Danisha Carter, kreator dengan 1,9 juta pengikut, juga mengungkap keluhan serupa. Ia menilai influencer telah membantu platform seperti TikTok meraup miliaran dolar, tetapi kompensasi yang diterima tidak sebanding. “Harus ada transparansi dalam pembayaran dan kebijakan yang lebih konsisten,” tegasnya.

Menjadi Influencer Tak Semudah yang Dikira

Di balik kemewahan yang tampak di media sosial, menjadi influencer adalah pekerjaan yang menuntut dedikasi tinggi. Proses produksi konten membutuhkan waktu berhari-hari, dari perencanaan hingga pengeditan. Ditambah lagi, kreator harus selalu berinteraksi dengan audiens untuk mempertahankan relevansi.

Baca juga: Mengapa Artis dan Influencer Kini Memimpin Tim Sukses Pilkada?

Tanpa jaminan kesehatan, uang pensiun, atau bonus seperti pekerja kantoran, profesi ini penuh ketidakpastian. Dengan makin banyaknya pemain di industri ini dan semakin ketatnya kebijakan platform, para kreator harus lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan lain, seperti merchandise atau kolaborasi bisnis.

Bagi yang ingin terjun ke dunia influencer, penting untuk menyadari tantangan ini. Sebab, industri yang dulu menjanjikan keuntungan besar kini menjadi arena yang semakin padat dan penuh persaingan. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *