Ketika Es Antartika Mencair, Badai Laut Datang Lebih Sering

Gunung es di Greenland, Kutub Utara, dengan lapisan es yang semakin menyusut, menjadi saksi bisu dari dampak perubahan iklim yang semakin mempengaruhi keseimbangan alam. Foto: Lars Bugge Aarset/ Pexels.

ANTARTIKA sedang menghadapi tantangan besar. Lapisan es yang selama ini menjadi salah satu penjaga stabilitas iklim global semakin berkurang. Penurunan ini tidak hanya menjadi isu lokal di kawasan kutub, tetapi membawa dampak yang lebih luas, termasuk potensi peningkatan badai atmosfer yang mengancam biodiversitas global.

Rekor Pencairan Es di Tahun 2023

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature mencatat bahwa pencairan es di Antartika mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023. Peneliti utama dari Pusat Oseanografi Nasional Inggris, Simon Josey, bersama timnya, menyebutkan bahwa proses ini bukanlah fenomena mendadak. Es di Antartika telah mengalami penurunan selama bertahun-tahun, tetapi intensitasnya semakin mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Mahkamah Internasional Kaji Tanggung Jawab Negara Atasi Krisis Iklim

Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup citra satelit, pengukuran angin, suhu, serta analisis atmosfer dan oseanografi. Hasilnya menunjukkan wilayah yang baru saja kehilangan es laut mengalami pelepasan panas dua kali lebih besar dibandingkan dengan periode stabil sebelum tahun 2015.

Badai Lebih Sering, Biodiversitas Terancam

Hilangnya lapisan es laut ternyata memicu peningkatan frekuensi badai di kawasan tersebut. Berdasarkan penelitian, badai atmosfer di atas wilayah yang sebelumnya tertutup es meningkat signifikan. Selama periode Juni hingga Juli 2023, rata-rata badai di kawasan ini bertambah hingga tujuh hari per bulan dibandingkan periode 1990–2015.

Baca juga: Ketimpangan Dana Iklim vs. Proyek Perusak di COP29

Fenomena ini mengganggu ekosistem di kawasan kutub dan sekitarnya. Keanekaragaman hayati laut yang bergantung pada stabilitas suhu dan arus laut kini menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lapisan Es Laut, Penjaga Keseimbangan Iklim

Lapisan es laut Antartika memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Es ini tidak hanya memantulkan sinar matahari untuk menjaga suhu Bumi tetap stabil. Tetapi, juga mengatur arus laut yang berfungsi sebagai pengatur suhu dan distribusi nutrisi di lautan.

Baca juga: Tanah Mengering, 3/4 Bumi Menuju Kekeringan Permanen

Menurut Josey, hilangnya es ini memengaruhi cara lapisan laut dalam di Antartika—yang dingin dan padat—menyerap serta menyimpan panas. Samudra, yang menyerap lebih dari 90% panas berlebih akibat emisi gas rumah kaca, kini kehilangan kemampuan alaminya sebagai penyerap karbon.

Gunung es di Greenland, Kutub Utara, dengan lapisan es yang semakin menipis, menunjukkan dampak serius pencairan es yang memperburuk kondisi lingkungan global Foto: Christian Pfeifer/ Pexels.
Dampak pada Sistem Iklim Global

Penurunan es laut tidak hanya berdampak pada kawasan kutub. Efeknya merambat ke sistem iklim global, termasuk daerah tropis dan belahan Bumi utara. “Jika kondisi penutupan es rendah berulang pada musim dingin berikutnya, dampak ini bisa menjadi lebih kuat. Bahkan, perubahan mendalam dapat terjadi di daerah tropis dan wilayah lain di dunia,” tulis Josey dalam laporan penelitian tersebut.

Baca juga: Krisis Iklim, 2024 Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah

Badai atmosfer yang lebih sering di Antartika berpotensi mengganggu pola cuaca global. Misalnya, perubahan arus laut yang dipicu pencairan es bisa memengaruhi musim hujan di kawasan tropis, termasuk Indonesia. Dengan semakin meningkatnya risiko ini, penting bagi dunia untuk mengambil tindakan cepat.

Seruan untuk Bertindak

Penelitian ini menjadi peringatan serius bagi para praktisi keberlanjutan. Efek domino dari pencairan es di Antartika menunjukkan bahwa krisis iklim bukanlah ancaman masa depan—tapi sedang terjadi sekarang.

Indonesia, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, perlu mempersiapkan diri menghadapi dampak perubahan iklim global. Salah satu langkah penting adalah memperkuat strategi mitigasi dan adaptasi, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan energi terbarukan.

Baca juga: Komitmen Iklim COP29, Awal Baru atau Sekadar Retorika?

Selain itu, kolaborasi global menjadi kunci. Praktisi keberlanjutan dan pembuat kebijakan harus bekerja sama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, melindungi kawasan hutan, dan mempromosikan transisi ke ekonomi rendah karbon.

Pencairan es Antartika bukan sekadar berita dari kutub selatan. Ini adalah pengingat bahwa keberlanjutan Bumi membutuhkan tindakan nyata dari semua pihak, mulai dari tingkat lokal hingga global. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *