JEPANG, negara dengan salah satu populasi terbesar di dunia, kini menghadapi tantangan besar yang mengancam stabilitas sosial dan ekonominya. Meskipun jumlah penduduk dewasa yang tercatat pada 2024 meningkat sebanyak 30 ribu orang, angka tersebut tetap jauh dari harapan. Pemerintah Jepang mencatatkan peningkatan terendah dalam sejarah, yang menjadi refleksi penurunan angka kelahiran dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2024, data dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang menunjukkan, dari 1,06 juta orang yang memasuki usia dewasa, 530.000 di antaranya adalah perempuan, sementara 560.000 adalah laki-laki. Angka ini hanya mencakup 0,88 persen dari total populasi.
Baca juga: Jepang Luncurkan Aplikasi Perjodohan untuk Atasi Masalah Kelahiran Rendah
Walaupun jumlah orang dewasa baru sedikit meningkat, kenyataannya, tren penurunan jumlah kelahiran di Jepang terus berlanjut, memberikan dampak jangka panjang pada keseimbangan demografi.
Sejarah Panjang Penurunan Angka Kelahiran
Dalam sejarahnya, Jepang pernah mencatatkan jumlah orang dewasa baru mencapai rekor tertinggi 2,46 juta orang pada tahun 1970. Namun, sejak saat itu, angka tersebut terus menurun. Pada tahun 1990-an, jumlah orang dewasa baru sempat berada di atas 2 juta orang, tetapi setelah itu, tren penurunan menjadi lebih nyata. Pada tahun 2024, angka tersebut turun drastis menjadi hanya 1,06 juta orang.
Baca juga: Fakta di Balik Julukan Jepang sebagai ‘Negeri Matahari Terbit’
Penurunan angka kelahiran ini sangat mencolok dibandingkan dengan angka kelahiran pada tahun 2006, yang sedikit meningkat menjadi 1,26 anak per wanita, meski tetap di bawah angka yang diperlukan untuk menggantikan populasi. Peningkatan kecil ini sempat terlihat karena faktor-faktor eksternal seperti pemulihan ekonomi, tetapi tak mampu mengubah arah tren jangka panjang.
Usia Dewasa Baru dan Dampaknya
Di tengah penurunan angka kelahiran, Jepang juga merespons dengan perubahan besar dalam sistem usia dewasa. Sejak April 2022, usia dewasa di Jepang diturunkan dari 20 menjadi 18 tahun, sebagai bagian dari upaya untuk mendorong keterlibatan lebih aktif dari kaum muda dalam berbagai aspek sosial dan ekonomi. Dengan harapan ini, pemerintah ingin memberikan ruang lebih bagi generasi muda untuk berkontribusi pada pembangunan negara.
Namun, meskipun langkah ini memberikan peluang bagi kaum muda untuk lebih terlibat dalam kehidupan sosial, dampaknya terhadap tingkat kelahiran belum dapat dipastikan. Meskipun langkah tersebut cukup progresif, tantangan utama tetap ada pada bagaimana meningkatkan tingkat kelahiran yang semakin menurun.
Dampak Penurunan Kelahiran pada Perekonomian
Penurunan angka kelahiran tidak hanya berimbas pada struktur demografis Jepang, tetapi juga pada perekonomian negara. Salah satu dampaknya adalah kekurangan tenaga kerja muda, yang berdampak langsung pada sektor produktif negara ini. Banyak perusahaan, terutama di bidang teknologi dan manufaktur, yang mulai merasakan dampak negatif akibat menurunnya jumlah tenaga kerja muda yang tersedia.
Di samping itu, negara ini juga harus menghadapi peningkatan jumlah penduduk lansia yang terus meningkat. Hal ini menambah tekanan pada sistem kesejahteraan sosial dan pensiun, yang semakin membutuhkan perhatian serius. Peningkatan jumlah pensiunan yang lebih cepat daripada jumlah pekerja muda yang dapat menggantikannya menjadi masalah besar yang memerlukan solusi inovatif.
Kehadiran Penduduk Asing, Solusi atau Tantangan?
Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja, Jepang mulai membuka pintu bagi tenaga kerja asing, yang kini menjadi bagian penting dalam struktur tenaga kerja negara tersebut. Namun, meskipun jumlah penduduk asing terus bertambah, mereka belum dapat sepenuhnya menggantikan peran penduduk asli Jepang. Sistem imigrasi Jepang yang relatif ketat tetap menjadi hambatan utama untuk memaksimalkan potensi ini.
Baca juga: Menjelajahi Kelezatan Makanan Jepang Berbasis Ikan Salmon
Masa depan Jepang bergantung pada kemampuan negara untuk menemukan keseimbangan antara mendorong kelahiran, meningkatkan partisipasi sosial kaum muda, dan menarik penduduk asing untuk mengisi kekurangan tenaga kerja. Solusi untuk masalah ini tidak dapat ditemukan dalam satu kebijakan tunggal, melainkan melalui pendekatan yang lebih holistik yang mencakup berbagai aspek sosial, ekonomi, dan kebijakan migrasi.
Mencari Solusi Berkelanjutan
Dengan penurunan angka kelahiran yang berkelanjutan, Jepang menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan demografisnya. Negara ini harus mengatasi penurunan jumlah orang dewasa baru dan meningkatnya populasi lansia.
Baca juga: Kyoto, Pesona Tradisi di Tengah Modernitas Jepang
Kebijakan-kebijakan yang mendukung keberlanjutan, seperti meningkatkan tingkat kelahiran dan mendiversifikasi tenaga kerja dengan keterlibatan lebih banyak penduduk asing, mungkin menjadi jalan keluar. Namun, langkah-langkah tersebut harus diikuti dengan kebijakan sosial yang berfokus pada pengembangan generasi muda dan keberlanjutan sosial yang lebih luas.
Jepang akan membutuhkan pendekatan yang lebih berorientasi pada keberlanjutan untuk menghadapi masalah demografis yang mendalam ini. Seiring berjalannya waktu, solusi kreatif dan fleksibel akan sangat diperlukan untuk memastikan masa depan sosial-ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.