PEMANASAN global bukan sekadar isu lingkungan. Ini adalah krisis yang mengancam ekonomi, ketahanan pangan, dan kehidupan miliaran manusia di seluruh dunia. Meski kenaikan suhu global 2 derajat Celsius terdengar kecil, dampaknya bisa sangat besar—dari naiknya permukaan laut hingga menurunnya hasil panen dan merebaknya penyakit tropis.
Mengapa 2 Derajat Celsius Itu Berarti?
Sejak era pra-industri, suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1,5 derajat Celsius. Para ilmuwan menekankan bahwa tambahan 0,5 derajat lagi bisa memicu perubahan yang lebih ekstrem. Sejarah menunjukkan, hanya perbedaan 5 derajat yang memisahkan dunia modern dari zaman es terakhir. Saat itu, permukaan laut lebih rendah 106 meter karena es yang menutupi sebagian besar Bumi.
Baca juga: Krisis Iklim, 2024 Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah
Dalam Perjanjian Paris 2016, 144 negara berkomitmen menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius. Namun, dengan tingkat emisi karbon saat ini, target itu semakin sulit dicapai.
Ancaman Nyata, Ketahanan Pangan Terancam
Pemanasan global mengganggu ekosistem yang menopang produksi pangan. Laut yang menjadi sumber protein bagi 3 miliar orang mengalami pengasaman akibat meningkatnya karbon dioksida. Organisme laut seperti kerang dan kepiting kesulitan bertahan hidup karena cangkangnya melemah.
Baca juga: COP30, Perjuangan Negara Berkembang untuk Keadilan Iklim
Di daratan, peningkatan suhu bisa mengurangi produksi jagung dan gandum. Tanaman pangan yang terkena gelombang panas saat berbunga akan gagal panen. Wilayah tropis yang sudah rentan akan semakin tertekan, meningkatkan risiko kelaparan dan krisis pangan global.
Kota-kota Pesisir dalam Bahaya
Sekitar 40% populasi dunia tinggal di kawasan pesisir. Kenaikan permukaan laut akibat pencairan es mengancam kota-kota besar seperti Jakarta, New York, dan Mumbai. Data menunjukkan laju kenaikan air laut saat ini dua kali lebih cepat dibandingkan awal abad ke-20.
Baca juga: Perubahan Iklim Hancurkan Tradisi Salju 130 Tahun di Gunung Fuji
Dari tahun 1901 hingga 1990, rata-rata kenaikan permukaan laut hanya 1,2 mm per tahun. Namun, sejak 1993 hingga 2010, angkanya melonjak menjadi 3 mm per tahun. Jika tren ini berlanjut, beberapa pulau kecil bisa hilang dari peta dunia sebelum abad ini berakhir.
Krisis Energi, Ancaman terhadap Sumber Daya Terbarukan
Pemanasan global juga berdampak pada pasokan energi terbarukan. Di Amerika Serikat, sekitar 7% listrik berasal dari tenaga air. Namun, berkurangnya curah salju dan perubahan pola hujan mengancam keberlanjutan energi ini, terutama di wilayah barat AS dan Eropa.
Baca juga: Suhu Laut Pecah Rekor, Sinyal Darurat Perubahan Iklim
Ketika bendungan kehilangan kapasitas karena musim kering yang semakin panjang, negara-negara harus mencari sumber energi lain—sering kali beralih kembali ke bahan bakar fosil, yang justru memperparah perubahan iklim.
Penyakit dan Stres Panas
Kenaikan suhu juga berdampak pada kesehatan. Penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah mulai menyebar ke wilayah yang sebelumnya tidak terdampak. Suhu ekstrem juga meningkatkan risiko kematian akibat serangan panas, terutama di negara-negara dengan kelembaban tinggi.
Baca juga: Pola Makan Nabati, Solusi Strategis Mengatasi Perubahan Iklim
Dalam kondisi ekstrem, tubuh manusia tidak bisa mendinginkan diri melalui keringat. Jika suhu dan kelembaban terlalu tinggi, risiko kematian akibat heatstroke meningkat drastis. Selain itu, sektor pekerjaan yang bergantung pada tenaga kerja luar ruangan, seperti pertanian dan konstruksi, akan mengalami penurunan produktivitas yang signifikan.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika emisi karbon tidak dikendalikan, suhu global bisa naik lebih dari 2 derajat Celsius antara tahun 2050 dan 2100. Ini akan menjadi perubahan iklim tercepat dalam 8.000 tahun terakhir.
Baca juga: Negosiasi Iklim 2024 Masih Jalan di Tempat
Dunia membutuhkan langkah konkret:
- Transisi ke energi bersih seperti tenaga surya dan angin untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
- Restorasi ekosistem alami seperti hutan dan lahan gambut yang menyerap karbon dari atmosfer.
- Kebijakan adaptasi dan mitigasi yang memperhitungkan dampak iklim dalam pembangunan kota dan sektor pertanian.
Krisis iklim bukan ancaman masa depan. Ini adalah kenyataan yang terjadi sekarang. Setiap derajat yang kita cegah berarti kehidupan yang bisa diselamatkan. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.