Mangrove, Penjaga Pesisir yang Kian Terancam

Mangrove bukan hanya pelindung pesisir, tetapi juga sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir, yang mengandalkan ekosistem ini untuk bertahan hidup dan menjaga keanekaragaman hayati laut. Foto: Ilustrasi/ Quang Nguyen Vinh/ Pexels.

HUTAN mangrove Indonesia menghadapi ancaman serius. Kerusakan ekosistem mangrove yang meluas menyebabkan berbagai wilayah pesisir tenggelam, sementara masyarakat di sekitar mangrove kehilangan sumber mata pencaharian. Kondisi ini memicu keprihatinan mendalam, seperti diungkapkan oleh Kepala Kelompok Kerja Edukasi Sosialisasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Suwignyo Utama.

Dalam diskusi yang berlangsung di Jakarta, Selasa (3/12), Suwignyo menjelaskan bahwa salah satu kasus paling mencolok terjadi di Demak, Jawa Tengah. Puluhan tahun pengalihfungsian hutan mangrove menjadi tambak ikan telah mengorbankan penahan alami terhadap abrasi laut. Akibatnya, desa-desa di Demak kehilangan daratan hingga 5,1 kilometer dalam kurun 30 tahun terakhir.

“Di Demak, desanya hampir tenggelam akibat abrasi air laut yang langsung menghantam garis pantai,” jelas Suwignyo.

Dampak Kerusakan Mangrove di Wilayah Lain

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Bengkalis, Riau, yang mencatat abrasi pantai hingga 3-5 meter setiap tahun. Jika dibiarkan, abrasi ini dapat mencapai 50 meter dalam satu dekade.

Di Indragiri Hilir, Riau, masyarakat pesisir kehilangan produktivitas kelapa akibat rusaknya mangrove. Desa yang tadinya bergantung pada kelapa sebagai sumber pendapatan utama kini kehilangan daya tariknya, memaksa sebagian warga meninggalkan wilayah tersebut.

“Satu desa di Indragiri Hilir bahkan kehilangan 1.600 hektare lahan karena mangrove hancur, membuat pohon kelapa mati dan masyarakat kehilangan mata pencaharian,” tambah Suwignyo.

Fungsi Penting Mangrove

Mangrove bukan sekadar ekosistem hijau di pesisir. Mangrove adalah benteng alami terhadap gelombang, abrasi, dan badai. Selain melindungi garis pantai, mangrove juga mendukung biodiversitas laut, menyediakan tempat berlindung bagi berbagai spesies, dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir. Namun, tanpa pengelolaan yang bijak, fungsi vital ini terancam hilang.

Baca juga: Negara-negara Penjaga Oksigen Bumi

Menurut data BRGM, kerusakan mangrove disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk konversi lahan menjadi tambak, eksploitasi kayu mangrove, dan polusi. Puluhan tahun kerusakan berkelanjutan telah meninggalkan dampak ekologis dan ekonomi yang nyata.

Upaya BRGM untuk Restorasi

Menghadapi situasi ini, BRGM tidak tinggal diam. Lembaga ini melibatkan masyarakat dalam menjaga dan merehabilitasi mangrove melalui berbagai program, seperti pelatihan dan sekolah rehabilitasi mangrove. Selain itu, BRGM menunjuk masyarakat setempat sebagai kader penjaga mangrove untuk memastikan keberlanjutan upaya restorasi di lapangan.

Program-program ini tidak hanya bertujuan untuk memulihkan ekosistem mangrove yang rusak tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hutan mangrove. BRGM berharap bahwa pendekatan berbasis masyarakat ini dapat menjadi solusi jangka panjang yang efektif.

Baca juga: Masa Depan Hijau: Peran Kita dalam Melawan Perubahan Iklim

Hutan mangrove Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung keberlanjutan ekonomi dan ekologi. Namun, kerusakan yang terus berlangsung menunjukkan perlunya tindakan nyata dan cepat. Upaya perlindungan dan restorasi mangrove bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat luas.

“Mangrove adalah aset berharga. Jika dikelola dengan baik, mereka dapat menjadi solusi bagi tantangan lingkungan dan ekonomi yang kita hadapi saat ini,” pungkas Suwignyo. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *