
DI ERA digital, bisnis tidak lagi hanya menjual produk atau layanan. Mereka menjual pengalaman, gaya hidup, dan emosi.
Fenomena ini dikenal sebagai emosional marketing, strategi pemasaran yang membangun ikatan emosional antara merek dan konsumen.
Salah satu contoh paling mencolok adalah Starbucks. Apakah Starbucks hanya menjual kopi? Tidak. Starbucks menjual gaya hidup.
Starbucks: Kopi atau Lifestyle?
Menurut laporan dari Forbes, Starbucks telah berhasil menciptakan pengalaman “kedai kopi ketiga”, tempat di mana konsumen merasa nyaman di luar rumah dan tempat kerja.
Ini menjadikan Starbucks bukan sekadar penyedia kopi, tapi juga simbol status dan budaya yang dikaitkan dengan kenyamanan, prestise, dan komunitas.
Mengutip dari Simon Sinek, ahli strategi bisnis terkenal, orang tidak membeli what you do tetapi membeli why you do it. Starbucks menjual gaya hidup santai yang penuh kehangatan, bukan sekadar secangkir kopi.
Gojek: Efisiensi dalam Genggaman
Kasus serupa terjadi pada Gojek. Sebagai platform layanan transportasi dan logistik terbesar di Indonesia, Gojek tidak hanya menjual jasa transportasi. Mereka menawarkan efisiensi.
Mengutip dari laporan Statista, 70% pengguna aplikasi ride-hailing menggunakan layanan ini untuk menghemat waktu dan menghindari kerumitan lalu lintas.
Gojek berhasil membangun ekosistem yang menjual kemudahan hidup melalui fitur-fitur seperti GoFood, GoPay, dan GoSend.
Berdasarkan survei yang diterbitkan McKinsey, efisiensi adalah faktor utama yang membuat konsumen loyal terhadap aplikasi ini.
Apple: Teknologi yang Membuat Anda Merasa Eksklusif
Apple adalah contoh klasik bagaimana merek menjual lebih dari sekedar teknologi. Berdasarkan laporan Business Insider, Apple selalu menekankan aspek emosional dari produk mereka—bagaimana perangkat iPhone atau MacBook membuat pengguna merasa eksklusif.
Produk mereka dipandang sebagai simbol status, alat kreatif, dan identitas. Mengutip dari Interbrand, Apple selalu menempati urutan teratas dalam daftar merek paling bernilai dunia karena kemampuannya menghubungkan teknologi dengan perasaan eksklusif dan keanggunan.

Emosional Marketing, Bukan Sekadar Taktik
Menurut studi dari Harvard Business Review, perusahaan yang mampu membangun ikatan emosional dengan konsumennya memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mempertahankan pelanggan dalam jangka panjang.
Baca juga: Lupakan Kamera, QRIS Tap Bikin Pembayaran Lebih Cepat
Ini menunjukkan pentingnya emosional marketing dalam membangun loyalitas merek. Pelanggan tidak hanya membeli produk, tetapi mereka membeli perasaan dan pengalaman yang ditawarkan.
Emosional Marketing: Menjual Lebih dari Produk
Emosional marketing adalah tentang menjual lebih dari sekadar produk atau layanan. Ini adalah tentang menjual pengalaman, gaya hidup, dan nilai-nilai yang sesuai dengan konsumen.
Starbucks, Gojek, dan Apple hanyalah beberapa contoh dari bagaimana merek besar menggunakan strategi ini untuk membangun ikatan emosional yang kuat dengan pelanggan mereka.
Bagi bisnis modern, ini bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan untuk bertahan di pasar yang semakin kompetitif.
Dengan demikian, mengadopsi strategi emosional marketing adalah langkah penting untuk memperkuat merek, meningkatkan loyalitas konsumen, dan menciptakan pengalaman yang lebih mendalam. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.