
DI TENGAH kota-kota yang semakin padat dan rumah sakit yang kian modern, muncul kebutuhan baru: ruang yang tidak hanya menyembuhkan secara medis, tapi juga secara mental dan emosional. Konsep healing space—arsitektur penyembuhan—menawarkan peluang besar bagi Indonesia, khususnya dalam membangun rumah sakit, puskesmas, dan ruang publik yang lebih manusiawi.
Healing Space Relevan di Indonesia
Iklim tropis Indonesia, kekayaan material alami, dan tradisi arsitektur yang dekat dengan alam memberikan fondasi kuat untuk menghadirkan ruang penyembuhan. Sayangnya, banyak fasilitas kesehatan dan ruang publik kita masih terjebak dalam desain kaku dan steril.
“Padahal, penyembuhan tidak hanya soal obat. Lingkungan tempat pasien dirawat juga punya dampak besar pada pemulihan mereka,” ujar Arsitek Senior dan Pemerhati Desain Berkelanjutan, Ir. Hadi Wahyono, dalam sebuah diskusi daring bersama Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Potensi Lokal: Material, Budaya, dan Lanskap
Indonesia punya banyak material alami seperti bambu, kayu jati, kelapa, hingga batu alam. Semua ini bisa digunakan untuk menciptakan healing space yang sesuai iklim dan budaya. Arsitektur Nusantara juga punya pendekatan yang terbuka, bernafas, dan menyatu dengan lingkungan.
Baca juga: Arsitektur Vernacular Indonesia, Warisan Lokal untuk Iklim Tropis
Contohnya, rumah adat Toraja dan Minangkabau memiliki ventilasi alami dan ruang terbuka yang mendukung sirkulasi udara serta pencahayaan alami. Arsitektur seperti ini dapat menjadi rujukan desain rumah sakit dan fasilitas rawat inap yang lebih sehat dan efisien.

Klinik dan Rumah Sakit Berkonsep Alam
Beberapa inisiatif sudah dimulai. Klinik Apotek Hidup di Yogyakarta menggabungkan kebun herbal, bangunan bambu, dan pencahayaan alami untuk menunjang pengobatan herbal. Sementara itu, Rumah Sakit Paru di Batu, Jawa Timur, dikenal sebagai salah satu contoh rumah sakit dengan desain lanskap yang menyatu dengan alam.
Baca juga: Manfaat Psikologis dan Kesehatan dari Hunian Berbasis Kayu
“Pasien merasa lebih nyaman, banyak yang memilih berobat rawat jalan lebih sering karena merasa betah,” ungkap dr. Anindya, dokter yang bertugas di sana.
Meski potensinya besar, implementasi healing space di Indonesia masih terbatas. Kurangnya pemahaman lintas sektor—antara arsitek, tenaga kesehatan, dan pemerintah—jadi salah satu kendala utama. Selain itu, regulasi desain fasilitas kesehatan juga belum sepenuhnya mendorong pendekatan berbasis kesejahteraan pasien.
Namun, peluang untuk integrasi terus terbuka. Desain modular berbasis kayu, lanskap alami, hingga pencahayaan adaptif dapat menjadi bagian dari transformasi sistem kesehatan nasional.
Baca juga: Kayu yang Tak Sekadar Tradisional, Kini Tahan Gempa dan Api
“Kita perlu mengubah cara pandang. Rumah sakit bukan hanya tempat sakit, tapi juga ruang untuk pulih dan tumbuh,” tambah Hadi Wahyono.
Healing Space Bisa Jadi Pendekatan Baru
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan, healing space bisa menjadi pendekatan baru dalam arsitektur Indonesia. Bukan hanya untuk rumah sakit, tapi juga untuk sekolah, kantor, pusat lansia, hingga pusat rehabilitasi.
Ketika ruang dirancang untuk menyembuhkan, kita menciptakan lingkungan yang lebih ramah, sehat, dan berkelanjutan bagi semua. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.