DUNIA sedang menghadapi krisis plastik. Dari lautan yang penuh sampah hingga udara yang terkontaminasi mikroplastik, tantangan ini membutuhkan solusi global. Namun, pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee ke-5 (INC-5) di Busan, Korea Selatan, pekan ini gagal mencapai kata sepakat.
Lebih dari 100 negara mendukung pembatasan produksi plastik. Sementara beberapa produsen minyak besar menolak, memilih fokus pada pengelolaan limbah plastik. Dengan perbedaan besar seperti ini, masa depan perjanjian global untuk menekan polusi plastik masih abu-abu.
Tarik Ulur dalam Cakupan Perjanjian
INC-5 seharusnya menjadi momen penting untuk menetapkan langkah hukum yang mengikat. Namun, alih-alih menghasilkan solusi, pertemuan ini berakhir dengan keputusan untuk menunda pembahasan. Penundaan hingga pertemuan lanjutan, INC 5.2, yang jadwalnya belum ditentukan.
Mengutip The Japan Times, Ketua INC-5, Luis Vayas Valdivieso, menyebut bahwa dokumen akhir pertemuan masih menyimpan berbagai opsi untuk isu-isu paling krusial. Salah satu titik panas adalah usulan pembatasan produksi plastik secara global, ajuan Panama dan mendapat dukungan lebih dari 100 negara.
Baca juga: 175 Negara Bersatu untuk Perjanjian Plastik Global
Usulan ini bertentangan dengan sikap negara-negara produsen petrokimia, seperti Arab Saudi, yang menolak segala bentuk pembatasan produksi.
“Krisis ini nyata, dan kita perlu tindakan nyata,” ujar Delegasi Panama, Juan Carlos Monterrey Gomez . Ia menambahkan, “Menunda negosiasi tidak akan menghentikan krisis yang terus berkembang.”
Ketegangan Antara Kepentingan
Di satu sisi, negara-negara berkembang meminta dukungan pendanaan untuk melaksanakan kebijakan yang diusulkan. Di sisi lain, negara-negara kaya seperti Amerika Serikat dan produsen besar petrokimia menolak langkah yang dianggap menghambat industri.
Baca juga: INC-5, Akankah Dunia Menang Melawan Polusi Plastik?
Arab Saudi, salah satu produsen minyak terbesar dunia, berulang kali menunda pembahasan melalui taktik prosedural. Delegasi Arab Saudi, Abdulrahman Al Gwaiz, menyebut bahwa beberapa pasal yang masuk dalam dokumen tidak sesuai dengan cakupan kesepakatan.
Dampak Plastik pada Kehidupan
Produksi plastik perkiraannya akan meningkat tiga kali lipat pada 2050 jika tidak ada intervensi. Laporan UNEP 2023 menyebutkan lebih dari 3.200 bahan kimia berbahaya terkandung dalam produk plastik, yang sebagian besar berdampak serius pada perempuan dan anak-anak.
Mikroplastik kini ditemukan di udara, tanah, hingga tubuh manusia, termasuk dalam ASI. Tanpa pengurangan produksi, dunia akan menghadapi tantangan yang lebih berat dalam mengatasi limbah plastik dan dampaknya terhadap kesehatan manusia serta ekosistem.
Belajar dari Perjanjian Paris
Para pemerhati lingkungan menyamakan perjanjian plastik ini dengan Paris Agreement 2015, yang menjadi tonggak perjuangan global melawan perubahan iklim. Namun, mereka juga menyoroti bahwa keberhasilan perjanjian global memerlukan konsensus yang sulit dicapai ketika kepentingan ekonomi bertabrakan.
“Perjanjian ini akan sia-sia jika hanya bergantung pada langkah sukarela,” ungkap Direktur Jenderal Otoritas Pengelolaan Lingkungan Rwanda, Juliet Kabera.
Bahkan kelompok seperti GAIA, yang selama ini mendukung perundingan, pesimistis terhadap hasil berikutnya. “Jika INC-5 gagal, sulit membayangkan INC 5.2 akan membawa hasil yang lebih baik,” tulis mereka dalam pernyataan resmi.
Baca juga: Dinamika INC-5, Tantangan Menuju Perjanjian Plastik Global
Bagi Indonesia, sebagai salah satu penghasil limbah plastik terbesar dunia, perjanjian ini adalah peluang sekaligus tantangan. Praktisi keberlanjutan di Indonesia dapat mengambil pelajaran dari ketegangan di Busan untuk memperkuat kebijakan domestik yang proaktif, mulai dari regulasi hingga inovasi teknologi daur ulang.
Penting bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi pengamat, tetapi juga inisiator dalam dialog global ini. Solusi berbasis komunitas, seperti program pengelolaan sampah plastik di desa-desa atau penerapan kebijakan kantong plastik berbayar, dapat menjadi contoh konkret yang berkontribusi pada skala global.
Meski INC-5 belum menghasilkan solusi, para delegasi menyadari urgensi masalah ini. “Taruhannya semakin besar saat kita bertemu kembali,” kata Monterrey Gomez. Semangat untuk mencari solusi global tetap hidup, meski jalan menuju kesepakatan masih panjang. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.