Pola Makan Nabati, Solusi Strategis Mengatasi Perubahan Iklim

Pola makan nabati dinilai lebih ramah lingkungan dan dapat mengurangi dampak perubahan iklim secara signifikan. Foto: Ilustrasi/ Viktoria Slowikowska/ Pexels.

KRISIS iklim kian memuncak, dan salah satu pemicu utamanya mungkin ada di atas piring Anda. Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Oxford Open Climate Change mengungkapkan bahwa sistem pangan global, khususnya peternakan hewan, berkontribusi hingga sepertiga dari total emisi gas rumah kaca dunia.

Fakta ini menempatkan sistem pangan sebagai salah satu elemen paling kritis dalam upaya mitigasi perubahan iklim, meskipun sering diabaikan dibanding sektor lain seperti transportasi atau energi.

Peternakan Hewan, Penyebab Utama Emisi dan Degradasi Lingkungan

Menurut Profesor Andrew Knight dari Universitas Murdoch, Australia, peternakan hewan tidak hanya menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Tetapi, juga mendorong penggundulan hutan, eksploitasi air tawar, dan konversi lahan besar-besaran.

“Emisi dari peternakan hewan begitu besar sehingga kita tidak dapat memperlambat perubahan iklim secara efektif jika terus mengabaikannya,” tegas Knight.

Baca juga: Suhu Laut Pecah Rekor, Sinyal Darurat Perubahan Iklim

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) memproyeksikan permintaan global akan daging akan berlipat ganda pada tahun 2050. Dampaknya, 80% hutan yang tersisa di dunia terancam berubah menjadi lahan peternakan. Proyeksi ini menggambarkan ancaman besar terhadap keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem.

Pola Pangan Global yang Tidak Berkelanjutan

Ketergantungan manusia pada daging dan produk hewani telah menciptakan sistem produksi pangan yang sangat tidak efisien. Peternakan hewan membutuhkan sumber daya yang jauh lebih besar dibandingkan pertanian nabati. Dalam konteks populasi dunia yang terus bertambah, sistem pangan ini perkiraannya akan memperparah kerawanan pangan dan kelaparan.

Baca juga: Perubahan Iklim Hancurkan Tradisi Salju 130 Tahun di Gunung Fuji

Lebih jauh, studi ini juga menyoroti risiko kesehatan akibat mengonsumsi produk hewani. Penyakit kronis, resistansi antibiotik, hingga wabah zoonosis seperti flu burung dan flu babi telah terbukti memiliki hubungan erat dengan industrialisasi peternakan. Resistansi antibiotik sendiri perkiraannya membunuh sekitar 700.000 orang setiap tahun secara global.

Perubahan Pola Konsumsi sebagai Solusi

“Memecahkan masalah perubahan iklim memerlukan perubahan sistem pangan kita,” jelas Profesor Knight. Studi ini merekomendasikan pergeseran pola konsumsi menuju pola makan berbasis nabati sebagai solusi utama. Pola makan ini tidak hanya lebih ramah lingkungan tetapi juga memberikan manfaat kesehatan yang signifikan, termasuk menurunkan risiko penyakit kronis.

Sistem pangan berkelanjutan bermula dengan memilih makanan yang mendukung kesehatan bumi dan manusia. Foto: Ilustrasi/ RDNE/ Pexels.

Sebagai langkah kebijakan, peneliti mengusulkan penghapusan subsidi pemerintah untuk industri peternakan serta penerapan pajak pada produk hewani untuk mencerminkan biaya lingkungan yang ditimbulkannya. Langkah ini harapannya dapat mengarahkan masyarakat menuju pola konsumsi yang lebih berkelanjutan.

Perspektif Keberlanjutan untuk Masa Depan

Dr. Svetlana Feigin, penulis utama studi, menegaskan bahwa keberlanjutan masa depan manusia bergantung pada bagaimana kita memproduksi dan mengonsumsi makanan. “Data menunjukkan bahwa kita tidak akan berhasil dalam mengatasi perubahan iklim tanpa merombak sistem pangan kita,” ungkapnya.

Baca juga: Krisis Iklim, 2024 Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah

Di Indonesia, tantangan ini menjadi relevan mengingat tingginya konsumsi daging yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan budaya kuliner yang kaya, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan dan mempopulerkan alternatif nabati yang tidak hanya lezat tetapi juga mendukung keberlanjutan.

Menggerakkan Perubahan Pola Pikir

Namun, mengubah pola konsumsi masyarakat bukanlah hal yang mudah. Butuh edukasi publik, kampanye kesadaran, dan dukungan kebijakan untuk mendorong pergeseran pola pikir global. Mengadopsi pola makan berbasis nabati bukan sekadar pilihan individu, tetapi langkah kolektif untuk masa depan planet ini.

Sistem pangan berbasis hewan mungkin telah menopang kebutuhan manusia selama ribuan tahun, tetapi kini waktunya untuk berpikir ulang. Masa depan yang berkelanjutan memerlukan tindakan nyata hari ini, dan mengubah apa yang ada di meja makan kita adalah salah satu langkah awal yang paling signifikan. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *