
JAKARTA, mulamula.id – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kembali menuai kritik, terutama terkait pasal-pasal yang berpotensi membatasi peran advokat dalam sistem peradilan. Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Maqdir Ismail, menilai sejumlah pasal dalam draf RUU KUHAP akan melemahkan kebebasan advokat, khususnya dalam memberikan pendapat hukum.
Pasal 142 ayat (3) huruf b dalam RUU KUHAP menjadi fokus kritikan. Pasal ini melarang advokat memberikan opini atau pendapat terkait perkara klien di luar persidangan. Artinya, segala opini yang disampaikan oleh advokat sebelum persidangan tidak boleh dikontestasi atau diperdebatkan.
“Ini bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” kata Maqdir dalam diskusi publik di Jakarta pada 2 Mei 2025.
Baca juga: Saksi Mahkota dalam RUU KUHAP, Solusi Cepat yang Bisa Cemari Keadilan
Mengoreksi Bisa Dianggap Menghalangi
Menurut Maqdir, ketentuan ini akan mengancam kebebasan berpendapat serta peran advokat sebagai pembela hak-hak klien. Pasal tersebut dinilai membungkam advokat dan mengurangi peran mereka dalam mengontrol jalannya proses hukum. Bahkan, jika dilanggar, advokat bisa dikenai sanksi, termasuk berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Baca juga: Revisi KUHAP: Advokat Kini Bisa Dampingi Saksi dalam Pemeriksaan
Lebih lanjut, Maqdir menyoroti pasal ini sebagai upaya pembatasan peran advokat dalam mengoreksi pemberitaan yang bisa mempengaruhi proses hukum. “Jika advokat mengoreksi pemberitaan yang tidak akurat, justru bisa dianggap menghalangi penyidikan,” katanya.
Kontroversi Saksi Mahkota
Maqdir juga menyinggung praktik kontroversial terkait saksi mahkota dalam perkara korupsi. Menurutnya, saksi mahkota dapat disalahgunakan, di mana seseorang bisa mengakui kejahatan yang belum tentu dilakukannya demi mendapatkan keringanan hukuman. “Ini membuka peluang abuse of power yang dapat merusak sistem peradilan,” tambahnya.
Selain itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam juga mengkritik potensi pelanggaran kerahasiaan komunikasi antara advokat dan klien. Dalam kasus yang melibatkan keamanan negara, pembicaraan antara advokat dan klien bisa saja disadap oleh aparat penegak hukum. “Jika perlindungan komunikasi advokat-klien tidak dijamin, sistem hukum kita bisa runtuh,” tegas Anam.
Baca juga: Revisi KUHAP: Wajib CCTV di Pemeriksaan, Cegah Intimidasi Penyidik
RUU KUHAP yang tengah disusun oleh Komisi III DPR RI diharapkan berlaku bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2026. Namun, pasal-pasal kontroversial dalam draf RUU KUHAP, khususnya yang menyangkut pembatasan peran advokat, masih menjadi perdebatan hangat di kalangan praktisi hukum dan masyarakat sipil. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.