Spanyol Mati Listrik, Pelajaran Penting untuk Ketahanan Energi Indonesia

Penumpang menumpuk di stasiun saat layanan kereta terhenti mendadak akibat listrik mati di Spanyol (Semenanjung Iberia). Garda Sipil Spanyol turun tangan membantu mengurai kepadatan dan mengevakuasi penumpang. Foto: X/ @AstuteGaba.

SENIN, 28 April 2025, sebagian besar wilayah Spanyol, Portugal, dan barat daya Prancis terjerembab dalam kegelapan. Pemadaman listrik massal melumpuhkan lampu lalu lintas, kereta api, hingga event olahraga besar di Madrid.

Krisis ini bukan hanya berita lokal. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, ini adalah alarm keras: seberapa siapkah kita menghadapi tekanan perubahan iklim pada sistem energi nasional?

Fenomena Atmosfer, Pemicu Domino Blackout

Penyebab utama blackout di semenanjung Iberia itu ternyata adalah fenomena alam. Variasi suhu ekstrem di pedalaman Spanyol memicu getaran atmosfer terinduksi pada saluran listrik bertegangan tinggi (400 kV). Gangguan ini menyebabkan jaringan listrik kehilangan sinkronisasi dan memutus sambungan antar pembangkit listrik di seluruh semenanjung Iberia.

“Ini bukan sesuatu yang tiba-tiba. Industri kelistrikan tahu risiko ini,” kata Direktur Pelaksana Neara, Taco Engelaar. Ia menambahkan, “Saat suhu berfluktuasi ekstrim, frekuensi jaringan bisa terganggu.”

Baca juga: Pemadaman Listrik di Spanyol, Peringatan Ketahanan Energi di Era Perubahan Iklim

Georg Zachmann dari Bruegel, lembaga riset energi di Brussels, menjelaskan bahwa gangguan itu membuat frekuensi listrik turun di bawah standar 50 Hz, memicu pemutusan otomatis pembangkit di Spanyol dan Prancis.

Singkatnya, satu fenomena alam mampu melumpuhkan jaringan listrik raksasa yang saling terhubung lintas negara.

Bukan Serangan Siber, Tapi Risiko Sistemik

Presiden Dewan Eropa António Costa memastikan tidak ada indikasi serangan siber. Demikian pula Wakil Presiden Komisi Eropa Teresa Ribera. Meski demikian, Spanyol tetap menggelar penyelidikan keamanan nasional untuk memastikan tidak ada celah tersembunyi.

Petugas Garda Sipil Spanyol mengoordinasikan arus penumpang di jalur kereta yang terganggu akibat pemadaman listrik massal, memastikan evakuasi berjalan aman. Foto: X/ @AstuteGaba – 

Fakta bahwa sebuah variasi suhu dapat melumpuhkan sebagian besar jaringan listrik Eropa memperlihatkan satu hal: sistem terintegrasi, tanpa proteksi adaptif, sangat rentan.

Pelajaran untuk Indonesia: Ketahanan, Bukan Sekadar Kapasitas

Bagi Indonesia, yang tengah mempercepat transisi energi, kasus ini membawa banyak catatan penting.
Memperbesar kapasitas pembangkit energi terbarukan saja tidak cukup. Ketahanan terhadap gangguan iklim harus jadi prioritas utama.

Indonesia, sebagai negara tropis dengan suhu yang makin ekstrem, berisiko menghadapi kejadian serupa. Perubahan suhu ekstrem bisa memicu ketidakseimbangan jaringan, terutama jika sistem distribusi listrik nasional tidak dirancang adaptif terhadap variasi cuaca.

Baca juga: Teknologi Dunia Menuntut Listrik Hijau dari Indonesia

Smart grid, diversifikasi sumber energi, hingga microgrid berbasis komunitas perlu didorong lebih cepat. Sistem energi masa depan tidak boleh lagi hanya bergantung pada jaringan raksasa tunggal yang rentan lumpuh.

Energi Lokal, Smart Grid, dan Adaptasi Iklim

Untuk memperkuat ketahanan energi nasional, beberapa langkah strategis mendesak dilakukan:

  • Diversifikasi sumber energi lokal: Mendorong pembangkit skala kecil berbasis komunitas, seperti solar PV di desa-desa terpencil.
  • Penguatan smart grid: Mengintegrasikan sistem pemantauan otomatis dan penyesuaian real-time terhadap perubahan beban.
  • Penyimpanan energi: Investasi dalam baterai skala besar untuk menjaga stabilitas tegangan saat jaringan terganggu.
  • Adaptasi infrastruktur: Mendesain jaringan dan gardu induk agar mampu menoleransi fluktuasi suhu ekstrem.

Peristiwa pemadaman Iberia seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempercepat reformasi sistem energi, bukan sekadar menambah kapasitas listrik.

Dari Krisis Menjadi Transformasi

Transformasi sistem energi adalah keniscayaan. Pemadaman listrik masif bukan sekadar insiden teknis, melainkan sinyal perubahan zaman.

Baca juga: Bersama Prancis, Indonesia Percepat Langkah Transisi Energi

Indonesia, dengan geografi kepulauan dan tantangan perubahan iklim yang nyata, tak boleh menunggu hingga gelap gulita baru bertindak.
Membangun sistem energi yang resilien, adaptif, dan berbasis lokal adalah kunci masa depan keberlanjutan nasional.

Krisis listrik Iberia mengingatkan kita: masa depan energi bukan soal siapa yang menghasilkan paling banyak, tapi siapa yang mampu bertahan saat badai datang. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *