
STATUS Kaldera Toba sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark (UGGp) kini berada di ujung tanduk. Dua tahun sejak diberi peringatan atau “kartu kuning” oleh UNESCO, belum ada pembenahan berarti di kawasan yang terkenal sebagai danau vulkanik terbesar di dunia itu.
Waktu semakin menipis. Tim asesor UNESCO dijadwalkan datang pada Juni mendatang. Jika rekomendasi tak dijalankan, Kaldera Toba bisa kehilangan status geopark global—sebuah pukulan berat bagi komitmen Indonesia di panggung keberlanjutan dunia.
Simbol Warisan, Simbol Gagal Tata Kelola?
Geopark Kaldera Toba seharusnya menjadi model integrasi antara konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat. Tapi justru kini, kawasan ini menjadi cermin lemahnya tata kelola.
Baca juga: Geopark Toba di Ambang Pencoretan, Nasib Pariwisata Dipertaruhkan
Ketua DPR, Puan Maharani, mengingatkan keras pemerintah pusat dan daerah agar bergerak cepat dan kompak. Menurutnya, kehilangan status UGGp bukan sekadar kegagalan administratif, tapi sinyal buruk bagi reputasi Indonesia yang menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan.
“Jangan sampai tersandera ketidaksinkronan birokrasi. Ini soal kredibilitas nasional,” tegas Puan.
Empat PR dari UNESCO
Sejak 2023, UNESCO telah menyerahkan empat rekomendasi besar untuk pembenahan Kaldera Toba. Isinya antara lain penguatan riset dan edukasi, revitalisasi badan pengelola, serta integrasi program pemberdayaan masyarakat.
Namun, hingga kini badan pengelola justru tak aktif. Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia, Wilmar E Simandjorang, menyebut waktu tersisa kurang dari sebulan dan progres sangat minim. “Dua tahun sia-sia. Ini ancaman nyata bagi status geopark,” ujar Wilmar.

Apa yang Bisa Hilang Jika Dicabut?
Kaldera Toba adalah rumah bagi kekayaan geologi, ekologi, dan budaya. Kehilangan status UGGp berarti kehilangan pengakuan dunia.
Baca juga: Geopark Indonesia Mendunia, 12 Kawasan Masuk Daftar UNESCO
Dampaknya tak main-main:
- Promosi internasional pariwisata bisa mandek.
- Dana dan jejaring riset internasional tertutup.
- Komitmen keberlanjutan pemerintah dipertanyakan.
- Potensi ekonomi lokal terhambat.
- Warisan geologi dan budaya tak lagi dijaga secara sistematis.
Padahal, geopark bukan sekadar label. Ia adalah sistem hidup yang memberi manfaat bagi lingkungan dan masyarakat—jika dikelola dengan baik.
Ujian Komitmen Berkelanjutan
Indonesia masih punya waktu, tapi sangat terbatas. Jika gagal mempertahankan status Kaldera Toba, bukan hanya Danau Toba yang kehilangan pamornya, tapi juga kredibilitas kita dalam memperjuangkan pembangunan berkelanjutan.
Tantangan ini bukan semata soal mempercantik kawasan wisata. Ini tentang membangun ekosistem yang berpihak pada konservasi, pendidikan, dan keadilan sosial.
Dan seperti banyak hal dalam isu keberlanjutan, komitmen tanpa aksi tak lebih dari janji kosong. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.