
KAYU telah lama digunakan sebagai material utama dalam konstruksi bangunan di berbagai belahan dunia. Dari rumah adat di Asia hingga kabin di Eropa Utara, kayu menawarkan keindahan alami, kemudahan pengerjaan, dan dampak lingkungan yang relatif rendah. Namun, tantangan besar muncul ketika bicara soal daya tahan terhadap api dan gempa bumi.
Dua hal ini menjadi krusial, terutama di wilayah seperti Indonesia yang berada di cincin api Pasifik—rawan bencana dan perubahan iklim ekstrem.
Setara Beton tapi Berbobot Ringan
Berbagai riset dan inovasi terus dilakukan untuk menjawab tantangan tersebut. Dalam satu dekade terakhir, kayu tak lagi dianggap material tradisional semata. Di tangan para insinyur dan arsitek modern, kayu mengalami transformasi menjadi bahan bangunan canggih dan adaptif.
Salah satu terobosan penting datang dari pengembangan teknologi cross-laminated timber (CLT)—material komposit kayu berlapis yang disusun melintang dan direkatkan kuat, memberikan kekuatan struktural setara beton namun dengan bobot lebih ringan.
CLT memiliki ketahanan tinggi terhadap gaya lateral yang muncul saat gempa. Dalam uji coba simulasi gempa besar seperti yang dilakukan di Jepang dan Selandia Baru, bangunan dengan struktur CLT terbukti mampu menyerap getaran dan tetap berdiri kokoh.
Pelindung dari Kebakaran
Selain itu, dalam konteks ketahanan terhadap api, CLT menunjukkan karakteristik yang tak terduga: alih-alih langsung terbakar habis, lapisan luar CLT justru membentuk arang pelindung yang memperlambat laju pembakaran ke dalam.
Dalam laporan Forest and Wood Products Australia tahun 2022, disebutkan bahwa struktur CLT dapat menahan paparan api hingga 90 menit, bahkan tanpa pelapis tambahan. Ini membuatnya sangat relevan untuk diterapkan di gedung-gedung publik seperti sekolah, rumah sakit, hingga hunian bertingkat di kawasan perkotaan yang menuntut efisiensi dan keselamatan tinggi.

Tak hanya CLT, inovasi lain datang dari teknologi pelapisan api (fire-retardant treatment) yang makin maju. Beberapa riset di Eropa mengembangkan pelapis berbahan dasar mineral dan senyawa non-toksik yang mampu meningkatkan ketahanan api kayu hingga standar bangunan komersial. Pelapis ini tidak hanya memperlambat penyebaran api, tapi juga memperkuat struktur kayu dalam suhu tinggi.
Di Indonesia, potensi pengembangan teknologi ini sangat besar. Mengingat negara ini memiliki kekayaan hutan tropis yang luas, penggunaan kayu lokal sebagai material konstruksi bisa menjadi jalan menuju pembangunan berkelanjutan—dengan syarat pengelolaannya lestari dan tersertifikasi.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia memiliki lebih dari 3 juta hektare hutan produksi dengan kayu legal bersertifikat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) yang bisa dimanfaatkan untuk inovasi konstruksi ramah lingkungan.
Baca juga: Saat Kayu Jadi Masa Depan Arsitektur Ramah Lingkungan
Beberapa proyek arsitektur eksperimental telah mulai memadukan prinsip desain tropis dengan teknologi kayu modern. Misalnya, di Yogyakarta dan Bali, beberapa sekolah dan pusat komunitas dibangun dengan struktur kayu modular yang tahan gempa dan mudah dirakit ulang. Pendekatan ini tidak hanya efisien, tetapi juga memberi kenyamanan termal dan estetika yang akrab dengan budaya lokal.
Pilihan Hunian masa Depan
Melihat tren global dan potensi dalam negeri, penggunaan kayu tahan api dan gempa bukan lagi sekadar alternatif, tapi bisa menjadi pilihan utama dalam desain hunian masa depan Indonesia. Terutama di kota-kota besar yang menghadapi tekanan kepadatan penduduk, kebutuhan akan material bangunan yang cepat, ringan, dan berkelanjutan makin mendesak.
Tantangannya kini bukan soal teknologi, melainkan kesiapan regulasi, sertifikasi bahan, dan kesadaran industri konstruksi untuk berinovasi. Diperlukan sinergi antara peneliti, arsitek, pengembang, dan pemerintah untuk mengembangkan sistem bangunan berbasis kayu tahan bencana yang aman, indah, dan berdampak rendah terhadap lingkungan.
Seiring meningkatnya ancaman iklim dan risiko gempa, solusi arsitektur yang berpihak pada keberlanjutan dan keamanan jadi semakin relevan. Dan kayu, dengan segala inovasinya hari ini, bisa menjadi jawaban masa depan yang berakar dari alam, namun didorong oleh teknologi. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.