
DPR melalui Komisi VI resmi meratifikasi tiga protokol perdagangan internasional yang akan membuka peluang baru bagi ekspor, investasi, dan tenaga kerja Indonesia di pasar global. Ketiga protokol tersebut adalah Protocol to Amend the ASEAN Agreement on the Movement of Natural Persons (AAMNP), Second Protocol to Amend the Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dan Protokol Pembaruan Persetujuan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Ratifikasi ini menjadi langkah strategis dalam meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan ASEAN, Australia, Selandia Baru, dan Jepang. Apa saja dampak dan peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia dari perjanjian ini?
Memperluas Mobilitas Tenaga Kerja Profesional
Salah satu poin penting dalam ratifikasi ini adalah AAMNP, yang bertujuan mempermudah pergerakan tenaga kerja profesional antarnegara ASEAN. Dengan regulasi yang lebih fleksibel, pekerja di sektor jasa, pendidikan, konstruksi, dan kesehatan akan lebih mudah mendapatkan akses ke pasar tenaga kerja regional.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa pada 2024 hingga 2045, jumlah tenaga kerja profesional Indonesia yang bekerja di negara-negara ASEAN diprediksi meningkat signifikan. Proyeksi nilai kontribusinya bisa mencapai 7,8 miliar dolar AS pada 2045. Ini menjadi peluang besar bagi tenaga kerja terampil Indonesia untuk berkompetisi di pasar regional dan meningkatkan pendapatan nasional.
Meningkatkan Ekspor dan Investasi
Persetujuan AANZFTA yang diperbarui diperkirakan akan berdampak positif pada ekspor dan investasi Indonesia. Setelah implementasi protokol ini, ekspor Indonesia ke negara-negara anggota AANZFTA diprediksi meningkat sebesar 0,16 persen, dengan nilai ekspor mencapai Rp 9,41 triliun pada 2033.
Baca juga: Ekonomi Sirkular, Tantangan dan Peluang di Indonesia
Sektor yang paling diuntungkan dari perjanjian ini termasuk bisnis, asuransi, konstruksi, telekomunikasi, dan jasa keuangan. Selain itu, peningkatan investasi diprediksi mencapai Rp 118,72 triliun pada 2033, memperkuat iklim bisnis yang lebih kompetitif di dalam negeri.

Keuntungan lainnya adalah adanya kepastian hukum dalam perdagangan, perlindungan konsumen, serta digitalisasi perdagangan yang akan memudahkan akses pasar bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Dengan regulasi yang lebih transparan dan efisien, Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi asing yang berorientasi pada pertumbuhan berkelanjutan.
Membuka Akses Pasar Lebih Luas ke Jepang
Ratifikasi protokol IJEPA juga membawa angin segar bagi perdagangan Indonesia dengan Jepang. Salah satu perubahan signifikan adalah penurunan bea masuk untuk 112 pos tarif, yang mencakup berbagai produk ekspor unggulan Indonesia.
Baca juga: Batu Bara Indonesia, Kekuatan Global di Persimpangan Kebijakan
Dengan kebijakan ini, surplus perdagangan Indonesia dengan Jepang diprediksi meningkat hingga 20,37 persen per tahun, dengan tambahan ekspor lebih dari 300 juta dolar AS dalam lima tahun ke depan. Sektor industri manufaktur, pertanian, dan perikanan diperkirakan menjadi yang paling diuntungkan dari peningkatan akses pasar ini.
Dampak bagi UMKM dan Ekonomi Berkelanjutan
Selain memberikan keuntungan bagi korporasi besar, ketiga protokol ini juga membuka peluang bagi UMKM untuk naik kelas. Dengan adanya kerja sama perdagangan yang lebih erat, pelaku usaha kecil dapat lebih mudah mengakses pasar internasional, mendapatkan pendanaan, serta memperluas jaringan bisnis mereka.
Baca juga: Agroindustri, Penggerak Ekonomi Indonesia
Di sisi lain, perjanjian ini juga mendorong prinsip perdagangan berkelanjutan. Komitmen terhadap perlindungan lingkungan, praktik bisnis yang etis, serta peningkatan kapasitas SDM menjadi bagian dari agenda utama yang disepakati dalam protokol-protokol tersebut.
Mampukah Indonesia Memanfaatkan Peluang Ini?
Meskipun ratifikasi ini membawa peluang besar, tantangan tetap ada. Indonesia perlu memastikan bahwa tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri memiliki kompetensi dan sertifikasi yang sesuai dengan standar internasional. Selain itu, sektor industri dalam negeri juga perlu meningkatkan daya saing agar dapat bersaing secara efektif di pasar ekspor.
Baca juga: PLTU vs Energi Bersih, Dilema Indonesia dalam Paris Agreement
Pemerintah, dunia usaha, dan akademisi perlu bersinergi dalam menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih kompetitif dan inovatif. Dengan strategi yang tepat, ratifikasi tiga protokol ini dapat menjadi tonggak baru dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.