‘Trainwreck’, Fakta Mengejutkan di Balik Jatuhnya American Apparel

Iklan khas American Apparel dengan gaya sensual yang kontroversial. Di balik citra progresif “Made in USA”, brand ini menyimpan jejak kasus hukum dan budaya kerja toksik.
Foto: Netflix/ Trainwreck: The Cult of American Apparel
.

DARI luar, American Apparel terlihat seperti kisah sukses Amerika modern. Pabrik di Los Angeles. Slogan “Made in USA”. Mode yang edgy dan iklan berani. Tapi dokumenter terbaru Netflix, Trainwreck: The Cult of American Apparel, membongkar sisi gelap di balik citra itu dan memancing kembali ingatan tentang bagaimana satu brand bisa bangkit cepat, lalu ambruk tragis.

Film berdurasi 54 menit yang rilis 1 Juli 2025 ini bukan sekadar cerita mode. Ini kisah tentang kekuasaan, kultus perusahaan, pelecehan, dan kehancuran.

Karisma Dov Charney dan Budaya Toksik

Dov Charney, pendiri dan mantan CEO, adalah sosok eksentrik yang membangun American Apparel dari nol. Di awal 2000-an, ia menjadi simbol fashion progresif. Ia menolak outsourcing ke luar negeri, menggaji buruh secara adil, dan menyuarakan isu sosial melalui fesyen.

Baca juga: Skandal American Apparel, Gagalnya Etika di Balik Brand Berkelanjutan

Tapi semakin besar nama American Apparel, semakin kabur batas antara idealisme dan ego. Melalui wawancara eksklusif dengan mantan staf, Trainwreck memaparkan realita di balik layar. Mulai budaya kerja penuh tekanan, lingkungan kerja yang dinilai toksik, hingga tuduhan pelecehan seksual terhadap Charney, meski ia membantah semua tuduhan tersebut.

Baca juga: Bryan Johnson, Miliarder yang Menantang Penuaan Lewat Biohacking

Beberapa kasus berakhir di arbitrase, lainnya diselesaikan diam-diam. Tapi luka bagi para korban tetap menganga. “Saya akan berada di terapi seumur hidup,” ucap salah satu mantan staf. Kalimat itu menjadi penanda betapa dalam trauma yang ditinggalkan oleh kepemimpinan bergaya “kultus”.

Cuplikan trailer dokumenter Trainwreck: The Cult of American Apparel. Di balik iklan provokatif dan citra idealis, terungkap sisi gelap yang membayangi kejayaan brand fesyen ini.
Video: Youtube/ Netflix.
Dari Etika ke Kejatuhan

Kisah American Apparel mencerminkan bahaya ketika brand dan pemimpinnya menjadi terlalu tak tersentuh. Gaya manajemen karismatik berubah menjadi otoriter. Imajinasi kreatif yang dulu dianggap visioner, perlahan menjelma menjadi justifikasi atas perlakuan buruk.

Baca juga: Real Madrid X Louis Vuitton, Gaya Baru Sang Raja Sepak Bola

Tahun 2015 dan 2016, perusahaan bangkrut dua kali. Charney dipecat. Brand yang sempat mengubah wajah fesyen itu hilang arah. Dari simbol etika menjadi contoh kegagalan manajemen.

Pelajaran untuk Industri Fashion

Dokumenter ini hadir pada saat yang tepat. Di era ketika konsumen mulai menuntut etika di balik produk, Trainwreck mengingatkan bahwa image ramah lingkungan atau sosial tidak selalu mencerminkan realita internal perusahaan.

Baca juga: ‘Air Cocaine’, Bagaimana Dua Pilot Prancis Lolos dari Jerat Hukum Internasional

Lebih dari sekadar kisah skandal, film ini juga menjadi refleksi bagi industri fashion global, termasuk di Indonesia. Banyak brand lokal kini mengusung narasi “ethical fashion”, “zero waste”, hingga “fair trade”. Tapi, apakah semua berjalan sesuai yang dijanjikan?

“Trainwreck: The Cult of American Apparel” layak ditonton bukan hanya karena dramanya. Tapi, karena dokumenter ini memaksa kita bertanya, seberapa etis industri ini sebenarnya? ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *