PADA hari pertama masa jabatannya, Presiden AS yang baru, Donald Trump, kembali menarik kebijakan yang sebelumnya dicanangkan oleh pemerintahan Joe Biden. Salah satu kebijakan yang dibatalkan adalah mandat kendaraan listrik, yang bertujuan untuk mempercepat transisi ke energi hijau di sektor transportasi.
Dalam pidatonya, Trump menyatakan bahwa pencabutan mandat ini akan memberikan manfaat besar bagi industri otomotif AS dan tenaga kerja, serta ekonomi negara secara keseluruhan.
Pencabutan Mandat Kendaraan Listrik, Implikasi untuk Industri Otomotif
Pemerintah Biden sebelumnya menggulirkan kebijakan Mandat Kendaraan Listrik (EV Mandate) pada Maret 2024 melalui Badan Perlindungan Lingkungan (EPA). Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dengan mendorong penggunaan kendaraan berbasis listrik.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, konsumen diberikan insentif pajak hingga $7.500 untuk membeli kendaraan listrik. Selain itu, pada tahun 2032, sekitar 35% produksi kendaraan di AS harapannya sudah beralih ke kendaraan listrik.
Baca juga: Negara Kaya vs Kepulauan Kecil, ‘Berkelahi’ Soal Keadilan Iklim
Namun, Trump berpendapat bahwa kebijakan tersebut tidak mendukung industri otomotif AS, yang sebagian besar masih memproduksi kendaraan berbahan bakar fosil. Ia menegaskan bahwa menghapus mandat kendaraan listrik akan memberikan kebebasan bagi konsumen untuk memilih kendaraan sesuai kebutuhan mereka tanpa adanya kewajiban beralih ke kendaraan listrik.
Menurutnya, kebijakan tersebut juga akan mendukung industri otomotif yang lebih berfokus pada kendaraan berbahan bakar minyak (BBM), yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi AS.
Kebijakan Energi Fosil, Fokus pada Minyak dan Gas
Sementara itu, kebijakan penghapusan mandat kendaraan listrik juga terkait erat dengan agenda Trump untuk mendorong kembali produksi minyak dan gas di AS. Ia mengumumkan bahwa negara akan memasuki “era baru” eksplorasi energi, dengan menetapkan status Darurat Energi Nasional.
Baca juga: Perubahan Iklim Hancurkan Tradisi Salju 130 Tahun di Gunung Fuji
Trump menekankan bahwa dengan mengandalkan cadangan energi domestik, AS akan bisa mengurangi ketergantungan pada sumber energi dari luar negeri dan menurunkan harga energi secara signifikan.
Dampak Global: Krisis Iklim dan Keberlanjutan
Keputusan ini menandai perubahan besar dari kebijakan Biden yang lebih berfokus pada keberlanjutan dan energi terbarukan. Trump berpendapat bahwa dengan mengoptimalkan potensi energi fosil yang dimiliki AS, negara ini akan kembali menjadi kekuatan manufaktur terbesar di dunia.
“Kita akan menjadi negara yang kaya lagi, dengan emas cair di bawah kaki kita,” ujar Trump, merujuk pada cadangan minyak dan gas yang melimpah di Amerika Serikat.
Baca juga: Suhu Laut Pecah Rekor, Sinyal Darurat Perubahan Iklim
Namun, keputusan Trump ini tak hanya mempengaruhi kebijakan domestik. Secara global, penghapusan kebijakan kendaraan listrik dan peningkatan produksi energi fosil dapat memperburuk krisis iklim yang sudah semakin mendesak.
Baca juga: PBB Desak Pengalihan Subsidi Fosil untuk Energi Bersih
Negara-negara di dunia telah menyepakati perjanjian iklim Paris untuk menanggulangi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Keputusan AS untuk mundur dari kebijakan iklim ini menjadi tantangan besar bagi upaya internasional untuk menekan suhu global.
Perspektif Indonesia, Peluang Energi Terbarukan di Tengah Perubahan
PBB pun mengingatkan bahwa ketidakmampuan AS untuk beralih ke energi bersih akan membuat negara lain yang lebih maju dalam sektor ini memperoleh keuntungan ekonomi. Pada tahun 2024, energi bersih global telah berkembang pesat dan proyeksinya akan bernilai sekitar $2 triliun, sebuah peluang ekonomi yang bisa diambil jika AS memilih untuk berinvestasi dalam teknologi hijau.
Baca juga: Krisis Iklim tak Bisa Diselesaikan tanpa Pendekatan Manusiawi
Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, keputusan AS ini memberi pesan penting. Di tengah upaya global untuk mewujudkan keberlanjutan, negara-negara dengan sumber daya energi besar seperti AS memiliki peran kunci dalam menentukan arah kebijakan energi dunia.
Langkah AS ini mungkin akan mendorong negara-negara berkembang untuk lebih mandiri dalam mengelola energi terbarukan mereka sendiri. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.