Putusan MA: Pajak Bumi Bukan Bukti Kepemilikan Tanah

Foto: Tara Winstead/ Pexels.

SENGKETA tanah masih menjadi perkara kompleks di pengadilan Indonesia. Tak sedikit kasus muncul karena tumpang tindih klaim, terutama yang bersumber dari hak-hak lama, seperti petuk pajak bumi, girik, atau kekitir, yang belum terdaftar secara resmi. Pertanyaannya, sejauh mana bukti-bukti hak lama itu sah di mata hukum?

Hak Lama Bukan Jaminan Kepemilikan

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sejumlah dokumen seperti grosse eigendom, surat tanda bukti hak milik era swapraja, hingga girik dan petuk, masih dapat dijadikan dasar permohonan sertifikat hak atas tanah. Namun, tanpa proses pendaftaran resmi, bukti-bukti ini tidak serta-merta diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah.

Baca juga: Jangan Buang Salinan Putusan, MA Tegaskan Bisa Jadi Bukti Sah

Pasal 32 Ayat 1 PP Pendaftaran Tanah menegaskan bahwa sertifikat tanah memiliki kekuatan pembuktian yang kuat atas data fisik dan yuridis yang dicantumkan. Namun kekuatan ini tidak bersifat mutlak. Dalam sistem publikasi negatif, sertifikat masih dapat dibatalkan jika terbukti tidak mencerminkan kepemilikan yang sebenarnya.

Yurisprudensi Mahkamah Agung: Petuk Bukan Hak Kepemilikan

Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 34 K/Sip/1960 memberikan preseden penting. Dalam putusan itu ditegaskan bahwa petuk pajak bumi hanya merupakan bukti pembayaran pajak atas sebidang tanah, bukan bukti mutlak kepemilikan.

Baca juga: Kokok Ayam Diseret ke Pengadilan, Ending-nya Jadi Undang-Undang

Yurisprudensi tersebut kemudian diikuti dalam berbagai putusan serupa, seperti Putusan MA Nomor 663 K/Sip/1970. Artinya, pengajuan petuk dalam sengketa tanah tak serta-merta membuktikan hak milik, melainkan harus diperkuat dengan proses pendaftaran resmi di kantor pertanahan.

Kewajiban Pendaftaran Hak Lama

Dalam konteks hukum saat ini, PP Nomor 18 Tahun 2021 mewajibkan pendaftaran hak lama. Baik atas tanah bekas barat maupun bekas adat, dalam jangka waktu lima tahun sejak peraturan berlaku. Proses ini juga mensyaratkan surat pernyataan penguasaan yang diketahui saksi dan tidak disengketakan pihak lain.

Tanpa pendaftaran, klaim atas tanah berpotensi lemah di mata hukum, bahkan ketika didasarkan pada bukti turun-temurun seperti girik atau petuk. Maka, sertifikasi menjadi satu-satunya jalan untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat atas kepemilikan lahan.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *