
JAKARTA, mulamula.id – Obrolan Anda dengan ChatGPT bisa jadi bukan rahasia lagi. CEO OpenAI, Sam Altman, mengingatkan bahwa percakapan pengguna dengan chatbot berbasis AI ini dapat dijadikan alat bukti di pengadilan. Hal itu, menurutnya, menimbulkan risiko serius terhadap privasi jutaan pengguna di seluruh dunia.
Dalam wawancara terbarunya yang dikutip dari TechCrunch (25 Juli 2025), Altman menyoroti bagaimana ChatGPT digunakan layaknya terapis atau penasihat pribadi, khususnya oleh generasi muda. Banyak dari mereka membicarakan masalah hubungan, kesehatan mental, hingga krisis pribadi lainnya dengan AI.
“Kalau Anda bicara ke dokter atau pengacara, ada perlindungan hukum. Tapi kalau bicara ke AI, belum tentu,” kata Altman.
Celah Hukum dan Kekhawatiran Privasi
Saat ini, tidak ada perlindungan hukum yang secara khusus mengatur kerahasiaan percakapan dengan AI. Di Amerika Serikat, pengadilan bisa saja meminta OpenAI menyerahkan isi obrolan pengguna, dan perusahaan diwajibkan patuh.
Baca juga: AI Melaju, Hukum Masih Tertinggal: Jangan Ulangi Tragedi Robot Trading
Altman menyebut situasi ini sebagai “sangat kacau”. Ia mendorong adanya perlakuan hukum yang setara antara komunikasi manusia dengan AI dan dengan profesional seperti dokter atau pengacara.
“Harusnya ada konsep privasi yang sama untuk percakapan Anda dengan AI,” tegas Altman.
Dampaknya pada Kepercayaan dan Adopsi Teknologi
Kurangnya kejelasan hukum ini bisa menjadi penghalang utama adopsi teknologi AI secara lebih luas. Selain soal pelatihan data, kekhawatiran muncul terkait kemungkinan AI digunakan untuk mengekstraksi informasi pribadi di tengah proses hukum.
Baca juga: Boom AI di Indonesia, Banyak Pengguna Minim Pencipta
OpenAI saat ini tengah menghadapi tekanan dari pengadilan dalam kasus gugatan The New York Times. Perintah pengadilan meminta perusahaan menyimpan obrolan jutaan pengguna, kecuali pelanggan korporat (ChatGPT Enterprise). OpenAI telah mengajukan banding dan menyebut perintah itu sebagai “tindakan yang melampaui batas”.
Kasus ini mengingatkan pada insiden pasca-pembatalan Roe v. Wade di AS, di mana pengguna ramai-ramai beralih ke aplikasi pelacak menstruasi yang lebih privat. Keputusan hukum ternyata punya dampak besar pada kepercayaan publik terhadap teknologi digital.
Baca juga: OpenAI Raih Pendanaan Raksasa, Siap Kuasai Era AI Superkomputasi
Altman menilai, sebelum AI dipakai secara masif, harus ada kejelasan privasi yang tegas. Tanpa perlindungan hukum, percakapan pribadi yang Anda pikir hanya tersimpan dalam mesin bisa berubah menjadi bukti yang memberatkan di ruang sidang. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.