
RIBUAN tambang ilegal masih beroperasi di Indonesia, menyedot sumber daya alam sekaligus merampas potensi pendapatan negara. Presiden Prabowo Subianto menyebut jumlahnya mencapai 1.063 titik, dengan estimasi kerugian minimal Rp 300 triliun.
Pernyataan itu bukan sekadar statistik. Di hadapan Sidang Tahunan MPR RI, Jumat (15/8/2025), Prabowo menegaskan komitmennya untuk menertibkan seluruhnya. Ia meminta dukungan politik penuh dari MPR, partai politik, dan seluruh lapisan masyarakat.
“Tidak ada alasan. Kami akan bertindak atas nama rakyat,” tegas Prabowo. Peringatan itu ditujukan bukan hanya kepada pelaku tambang ilegal, tetapi juga para “pemain besar” yang menjadi beking, termasuk oknum jenderal aktif, purnawirawan TNI, dan Polri.
Bukan Sekadar Masalah Hukum, tapi Krisis Keberlanjutan
Bagi para pengambil kebijakan dan pemerhati lingkungan, tambang ilegal adalah luka ganda. Pertama, dari sisi fiskal. Negara kehilangan triliunan rupiah yang seharusnya masuk kas untuk pembangunan. Kedua, dari sisi ekologis: tambang tanpa izin kerap mengabaikan kaidah lingkungan, merusak ekosistem, mencemari sungai, dan menimbulkan bencana jangka panjang.
Baca juga: 3,1 Juta Hektar Sawit Ilegal Direbut Negara, Sinyal Reformasi Hijau
Potensi kerugian Rp 300 triliun itu hanyalah angka kasar. Dampak tak terukur, seperti hilangnya sumber air bersih atau degradasi lahan pertanian, kerap lebih parah. Di banyak daerah, lubang tambang dibiarkan menganga, mengancam keselamatan warga.

Tantangan Politik dan Penegakan Hukum
Prabowo mengakui, penindakan tambang ilegal sering kali terganjal “tameng kekuasaan”. Tidak sedikit operasi aparat di lapangan yang kandas karena ada beking dari pejabat atau tokoh berpengaruh.
Uniknya, Prabowo tak segan menegur partainya sendiri. Ia mengingatkan anggota Partai Gerindra untuk menjauhi praktik tambang ilegal. “Jika terlibat, lebih baik jadi justice collaborator. Walaupun Gerindra, tidak akan saya lindungi,” ujarnya.
Baca juga: Penyegelan Tambang Raja Ampat, Penyelamatan atau Solusi Sementara?
Pesan ini mengirim sinyal politik bahwa penertiban tambang ilegal akan menjadi ujian serius bagi integritas pemerintahan. Apalagi, Presiden telah berdiskusi langsung dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memetakan jaringan yang terlibat.
Implikasi bagi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
Bagi Kementerian ESDM dan pemangku kepentingan sektor tambang, kebijakan ini berpotensi mengubah peta industri. Penertiban bisa memicu lonjakan permintaan izin resmi, mendorong tata kelola yang lebih transparan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan mineral strategis global.
Baca juga: Indonesia Peringkat 3 Emisi Metana Tambang Batu Bara Global
Namun, ada tantangan berat, yakni memastikan transisi dari operasi ilegal ke legal tidak menciptakan monopoli atau beban berlebih pada pelaku usaha kecil. Pendekatan berimbang antara penegakan hukum, pembinaan, dan insentif akan menjadi kunci keberhasilan.
Pesan untuk Para Beking
Bagi para pihak yang merasa “tak tersentuh hukum”, pesan Prabowo jelas, masa kebal hukum sudah berakhir. Dengan rekam jejak militer dan reputasi keras, pernyataannya kali ini lebih dari sekadar retorika politik. Ia sedang membangun narasi perang melawan ekonomi bayangan yang merugikan rakyat.
Baca juga: Batu Bara Indonesia, Kekuatan Global di Persimpangan Kebijakan
Bila janji ini dijalankan konsisten, Indonesia bisa mengirimkan pesan tegas ke dunia bahwa tata kelola sumber daya alamnya mulai memasuki era baru: berkeadilan, transparan, dan berkelanjutan. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.