Move On dari Beras, Saatnya Pangan Lokal Naik Kelas

Proses pengeringan gabah masih dominan di desa-desa. Diversifikasi pangan lokal penting untuk memperkuat ketahanan pangan. Foto: Quang Nguyen Vinh/ Pexels.

SETELAH sebelumnya ramai soal ketergantungan Indonesia pada beras yang bisa bikin ekonomi “kocar-kacir”, kini muncul solusi yang lebih segar, pangan restoratif. Konsep ini bukan hanya soal makan ubi atau sagu, tapi bagaimana pangan lokal dikelola dengan cara yang ramah lingkungan dan bisa jadi andalan jangka panjang.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menegaskan bahwa ketahanan pangan tidak boleh hanya diukur dari seberapa banyak cadangan beras yang ada.

“Kalau lahan beras turun tajam, daerah terpencil bisa langsung terancam kelaparan. Mereka lupa ada pangan lokal, akhirnya harus nunggu suplai dari luar pulau dengan harga mahal,” ujarnya, Selasa (16/9/2025).

Dari Papua untuk Indonesia

Bhima mencontohkan Papua sebagai laboratorium pangan restoratif. Lumbung pangan desa tidak harus berisi beras, melainkan bisa fokus pada umbi-umbian, sagu, hingga ikan. Bedanya, semua itu harus diolah dengan cara yang berkelanjutan. Tidak merusak ekosistem laut, tidak menghasilkan emisi berlebihan, dan tetap berpihak pada masyarakat lokal.

Baca juga: Pangan Dunia Tersandera 9 Tanaman, Alarm Bahaya dari FAO

“Bayangkan kalau potensi ini dimaksimalkan, Papua tidak perlu bergantung pada beras. Mereka bisa mandiri dengan pangan lokal yang sehat dan berkelanjutan,” kata Bhima.

Desa, Garda Depan Pangan Restoratif

Data Celios mencatat ada 23.472 desa di Indonesia dengan potensi jadi basis pangan restoratif. Dari jumlah itu, 14,88 persen desa berbatasan dengan laut, dan 24,11 persen berbatasan dengan hutan. Artinya, desa-desa ini punya modal besar untuk mengembangkan pangan akuatik, obat tradisional, hingga produk hutan non-kayu.

Beras bukan segalanya. 23 ribu desa siap jadi penopang pangan lokal yang ramah lingkungan. Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.

Sayangnya, mayoritas inisiatif pangan lokal ini masih digerakkan komunitas tanpa dukungan serius dari pemerintah. Padahal, kalau desa diberi ruang lebih besar, mereka bisa jadi penopang utama ketahanan pangan nasional sekaligus pelindung ekosistem.

Saatnya Berani Diversifikasi

Ketergantungan beras jelas bikin rapuh. Di era krisis iklim, pangan tidak bisa hanya ditopang satu komoditas. Diversifikasi adalah kunci. Bukan hanya soal stok makanan, tapi juga soal kedaulatan, ekologi, dan harga yang adil.

Artikel sebelumnya sudah menyoroti ancaman jika ekonomi terlalu menggantungkan diri pada beras. Baca juga: Hati-hati, Ketergantungan Beras Bisa Bikin Ekonomi Kocar-kacir. Artikel ini menegaskan jalannya, diversifikasi dan ekonomi restoratif. Dari desa hingga kebijakan pusat, semua harus berani move on dari pola lama.

Kalau beras bisa bikin ekonomi kocar-kacir, maka pangan restoratif bisa bikin Indonesia lebih tahan banting. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *