Plat Nomor Polisi, Milik Daerah atau Berlaku Nasional?

Ilustrasi: Kisruh plat BL Aceh vs BK Sumut jadi sorotan publik dan memicu debat apakah plat nomor kendaraan di Indonesia milik daerah atau berlaku nasional?

Oleh: Hamdani S Rukiah, SH, MH *

KISRUH antara Gubernur Sumatra Utara dan Pemerintah Aceh soal kendaraan berplat BL yang ditolak beroperasi di Sumut membuka kembali perdebatan lama, apakah plat nomor polisi di Indonesia berlaku secara nasional atau hanya sah di daerah penerbitnya?

Kasus ini meledak setelah Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution, turun ke lapangan dan menegur serta menghentikan sejumlah truk berplat BL yang dianggap tidak membayar pajak di Sumut. Aksinya terekam kamera dan viral di media sosial. Pemerintah dan masyarakat Aceh merespons keras, menilai tindakan tersebut diskriminatif dan melanggar prinsip lalu lintas nasional.

Plat Nomor sebagai Identitas Nasional

Secara hukum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menegaskan bahwa registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor merupakan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Plat nomor polisi (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor/TNKB) adalah bukti sah registrasi tersebut.

Artinya, begitu kendaraan memiliki STNK dan TNKB yang dikeluarkan kepolisian, kendaraan itu berhak digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tanpa perlu mengurus izin lintas provinsi.

Huruf awal pada plat, misalnya BL untuk Aceh, BK untuk Sumut, B untuk Jakarta, hanya berfungsi sebagai kode wilayah registrasi awal. Plat ini tidak membatasi hak kendaraan untuk melintas atau beroperasi di provinsi lain. Selama pajak kendaraan dibayar sesuai ketentuan dan STNK masih berlaku, kendaraan tidak dapat dianggap ilegal di provinsi lain.

Masalah Perpajakan Daerah

Ketegangan sering muncul karena pajak kendaraan bermotor (PKB) menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah.

Kendaraan yang beroperasi setiap hari di suatu daerah tetapi tetap berplat dari provinsi lain dianggap “mengalirkan” penerimaan pajaknya ke daerah asal. Hal ini memunculkan dorongan bagi pemerintah daerah untuk mendorong pemilik kendaraan melakukan mutasi registrasi ke provinsi tempat kendaraan beroperasi.

Namun, dorongan ini tidak dapat diwujudkan dengan cara merazia atau melarang kendaraan dengan plat luar daerah melintas atau bekerja di wilayahnya. Penegakan pajak dilakukan melalui regulasi dan insentif administratif, bukan pembatasan lalu lintas yang melanggar prinsip kebebasan bergerak di dalam negeri.

Kewenangan dan Prinsip Hukum yang Dilanggar

Tindakan seorang gubernur yang secara langsung memerintahkan penghentian atau razia kendaraan lintas provinsi menimbulkan persoalan hukum.

  • Pertama, gubernur tidak memiliki kewenangan eksekusi di jalan raya. Itu adalah ranah kepolisian lalu lintas dan dinas perhubungan.
  • Kedua, perlakuan berbeda terhadap kendaraan dari provinsi lain bertentangan dengan asas kesetaraan warga negara di hadapan hukum sebagaimana dijamin UUD 1945.
  • Ketiga, pembatasan semacam itu dapat dinilai mengganggu asas kesatuan pasar nasional, yang penting bagi kelancaran arus barang dan logistik.
Belajar dari Kisruh BL vs BK

Kisruh ini mengungkapkan kegamangan tata kelola fiskal dan transportasi antar-daerah. Pemerintah pusat perlu memastikan bahwa mekanisme bagi hasil pajak kendaraan atau insentif mutasi kendaraan berjalan dengan adil, sehingga tidak mendorong tindakan unilateral oleh daerah.

Dalam jangka panjang, publik juga perlu memahami bahwa TNKB adalah identitas hukum yang bersifat nasional, bukan “visa masuk” antarprovinsi. Pemerintah daerah dapat mendorong wajib pajak lokal untuk taat dan memutasi kendaraan yang memang beroperasi permanen di wilayahnya, tetapi tidak dengan cara membatasi hak mobilitas lintas daerah.

Kasus plat BL di Sumut seharusnya menjadi momentum untuk memperjelas hubungan antara kebijakan fiskal daerah dan hak lalu lintas nasional. Kepolisian dan Kementerian Dalam Negeri perlu mempertegas aturan dan memberi pedoman yang mengikat bagi kepala daerah agar tidak melampaui kewenangan.

Hukum lalu lintas dibuat untuk menjamin keselamatan, ketertiban, dan kesatuan wilayah hukum, bukan untuk memicu perselisihan antarprovinsi.
Plat nomor adalah identitas nasional kendaraan, dan hak untuk melintas dijamin selama syarat administrasi dipenuhi. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *