
EMPAT ribu lima ratus triliun rupiah.
Itulah angka fantastis yang dibutuhkan Indonesia buat menjaga bumi tetap aman dari krisis iklim sampai tahun 2030.
Angka ini bukan hasil karangan. Pemerintah baru aja ngeluarin laporan First Biennial Transparency Report (BTR) ke Sekretariat UNFCCC. Di situ disebut, Indonesia butuh US$ 282 miliar (setara Rp 4.519 triliun) buat mendanai aksi iklim nasional, mulai dari transisi energi, restorasi hutan, pengelolaan limbah, sampai adaptasi pertanian.
Bukan Sekadar Duit, Tapi Sistem
Sebagian dana itu memang sudah mulai mengalir. Indonesia pernah nerima US$ 103,8 juta dari Green Climate Fund, US$ 180 juta dari Forest Carbon Partnership Facility, dan US$ 216 juta dari Pemerintah Norwegia untuk proyek pengurangan emisi di sektor hutan dan lahan (REDD+).
Tapi kalau dibandingin dengan kebutuhan totalnya, itu cuma setetes di lautan.
Baca juga: Menuju Keberlanjutan, Indonesia Percepat Kebijakan Emisi Karbon
Nah, karena itulah pemerintah mulai main di arena baru, ekonomi karbon multiskema.
Artinya, Indonesia sekarang nggak cuma ngandelin satu sistem perdagangan karbon, tapi buka peluang lewat beberapa skema kredit karbon internasional yang diakui resmi lewat Mutual Recognition Agreement (MRA).

Biar Swasta dan Publik Bisa Ikut Main
Dengan pendekatan ini, perusahaan-perusahaan bisa lebih bebas ikut proyek low-carbon, kayak energi surya, efisiensi pabrik, atau konservasi hutan. Ada 54 metodologi teknologi-based dan 58 metodologi nature-based yang bisa dipilih sesuai kebutuhan.
Sementara masyarakat juga bisa ikut lewat proyek kecil, misalnya restorasi hutan rakyat atau pertanian ramah iklim.
Baca juga: Dana Karbon dan Jalan Terjal Kaltim Membangun Model Hijau Nasional
“Penerapan nilai ekonomi karbon multiskema jadi langkah buat optimalkan pendanaan iklim,” kata Ary Sudijanto, Deputi KLH.
Tagihannya Milik Bersama
Pada akhirnya, pertanyaan besar tetap sama, siapa yang bayar tagihan Rp4.500 triliun itu?
Jawabannya mungkin, kita semua.
Baca juga: Kredit Karbon, Jalan Pintas Uni Eropa Hindari Tanggung Jawab Emisi?
Lewat pajak karbon, investasi hijau, atau sekadar pilihan konsumsi sehari-hari yang lebih sadar lingkungan. Karena, kalau krisis iklim makin parah, biaya paling besar justru datang dari kerusakan yang nggak bisa dihitung dengan uang. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.