
Singapura, mulamula.id – Singapura melangkah ekstrem. Negara kota itu resmi memberlakukan hukuman cambuk bagi pelaku penipuan, termasuk scammer online. Langkah ini dianggap perlu untuk menekan gelombang kejahatan siber yang terus melonjak.
Era Baru Hukum di Negeri Ketat Aturan
Kebijakan ini masuk dalam amandemen RUU Hukum Pidana yang disahkan Parlemen pada 4 November 2025. Pemerintah menegaskan bahwa cambuk tidak hanya berlaku bagi pelaku utama, tetapi juga untuk mereka yang terlibat secara tidak langsung, seperti kurir uang, penyedia rekening bank, kartu SIM, atau kredensial digital seperti Singpass.
Baca juga: Brad Pitt Palsu Gunakan AI, Perempuan Prancis Rugi Rp 14 Miliar
Menurut laporan The Straits Times, jumlah cambukan akan menyesuaikan tingkat keparahan kasus. Para pelaku yang terbukti menjadi bagian dari sindikat bisa menerima hukuman lebih berat.
Ledakan Kasus dan Kerugian Miliaran Dolar
Dalam pemaparannya di Parlemen, Menteri Senior Negara Urusan Dalam Negeri, Sim Ann, menyebut penipuan sebagai kejahatan paling umum di Singapura, mencapai 60% dari seluruh laporan kriminal.
Selama periode 2020–2025, tercatat 190 ribu kasus penipuan dengan total kerugian mencapai S$3,7 miliar atau setara Rp45 triliun.
Baca juga: Indonesia Atur Vape Lewat Cukai, Singapura Pilih Jalur Larangan Total
“Angkanya mengejutkan. Kerugiannya lebih dari 3,5 kali biaya pembangunan Kampus Kesehatan Woodlands,” ujar Sim Ann.
Hanya dalam tiga bulan terakhir (Juli–September 2025), warga kehilangan S$187 juta akibat berbagai modus penipuan online.
Dari Debat ke Aksi
Gagasan hukuman cambuk untuk penipu pertama kali muncul pada Maret 2025, ketika Anggota Parlemen Tan Wu Meng mempertanyakan apakah Singapura terlalu lunak terhadap pelaku kejahatan digital.
Baca juga: AI Bisa Tiru Suaramu, Jangan Asal Angkat Telepon!
Ia menyoroti kisah warganya di Clementi yang kehilangan seluruh tabungan karena tipu muslihat daring.
Kini, hanya delapan bulan kemudian, pemerintah benar-benar menerapkan saran tersebut.
Bukan Hanya Penipuan Online
Undang-undang baru juga membuka ruang bagi hukuman cambuk untuk penipuan konvensional, bukan hanya digital.
Baca juga: AI Jadi Senjata Baru Penipuan Siber, Begini Modus yang Harus Diwaspadai
Selain itu, revisi hukum turut menyentuh pelanggaran seksual, doxing terhadap pegawai negeri, hingga kejahatan remaja. Pemerintah menegaskan, aturan ini bukan pelunakan sikap terhadap kejahatan lain, justru bentuk “re-kalibrasi” agar hukuman lebih tepat sasaran.
Saat ini terdapat 96 pelanggaran yang memungkinkan cambuk bebas, dan 65 pelanggaran yang mewajibkan cambuk. Namun kekerasan serius dan kejahatan seksual tetap termasuk dalam kategori hukuman cambuk wajib. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.