
BANDA ACEH, mulamula.id – Tidak kurang dari 21 jembatan dan 8 ruas jalan utama di Provinsi Aceh rusak parah akibat terjangan banjir besar pada akhir November 2025 ini.
Laporan terbaru Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh mencatat, 72 persen kerusakan terjadi pada jembatan, mulai dari putus total, rangka hanyut, hingga oprit yang tergerus. Sementara 28 persen lainnya merupakan kerusakan jalan berupa amblesan, longsor, dan badan jalan yang bergeser.
Jaringan Jembatan Ambruk di Banyak Titik
Kerusakan tersebar di banyak kabupaten. Aceh Tenggara mencatat empat jembatan sekaligus, Silayakh, Natam, Salim Pipit, dan Mbarung, yang seluruhnya putus tersapu arus. Keempatnya adalah jalur penting yang menghubungkan Kutacane dengan kecamatan-kecamatan di sekitarnya.
Putusnya jembatan-jembatan ini membuat distribusi bantuan terhambat dan memaksa proses evakuasi mengandalkan rute memutar yang panjang.
Di Gayo Lues, dua jembatan krusial, Pasir Putih dan Pintu Rime, juga mengalami kerusakan berat. Jalur yang menghubungkan wilayah ini dengan Blangkejeren ikut terdampak. Luapan sungai membawa material besar, merobek fondasi jembatan, dan meruntuhkan struktur yang tak mampu menahan tekanan air.
Baca juga: Banjir dan Longsor Lumpuhkan Pidie Jaya, Aceh
Kondisi di Pidie Jaya pun tidak lebih baik. Jembatan Simpang Blang Awe Meureude di jalur nasional Banda Aceh–Medan, salah satu koridor transportasi paling vital di Aceh, masuk kategori “rusak jembatan”. Kerusakan di titik ini memicu perlambatan arus logistik, termasuk bantuan darurat menuju daerah terdampak di pantai utara.

Longsor dan Amblesan Memutus Akses Jalan
Sementara itu, Aceh Barat menghadapi kombinasi banjir dan longsor. Ruas Pasie Janeng–Paya Baroe tertimbun longsor, sedangkan beberapa jalan provinsi lainnya bergeser akibat hantaman kayu gelondongan. Pergeseran ini membuat badan jalan retak dan membahayakan kendaraan yang nekat melintas.
Di Aceh Singkil, dua jembatan bailey, Suak Toben dan Suak Sigide, mengalami kerusakan serius. Bagian rangka patah dan oprit ambles hingga 2,5 meter. Desa-desa di tepian sungai yang selama ini bergantung pada jalur tersebut kini terancam terisolasi.
Baca juga: Banjir Sumatera: 174 Warga Meninggal, Ribuan Mengungsi
Kerusakan masif juga terlihat di Bireuen. Deretan jembatan rangka baja, Teupin Reudeup, Ulee Jalan, hingga Sirong, mengalami kerusakan berbeda-beda, dari hanyut hingga patah di sisi timur.
Jembatan Kutablang bahkan dikategorikan sebagai rusak berat di ruas nasional Banda Aceh–Medan. Kondisi ini melemahkan konektivitas utama Aceh dengan Sumatera Utara.
Pemulihan Akses Balapan dengan Waktu
Di Aceh Timur dan Aceh Selatan, ancaman yang muncul adalah longsor. Ruas Perlak–Lokop tertimbun longsor dan badan jalan ikut turun. Di ruas Gunung Kapur–Trumon, longsor menutup badan jalan hingga tiga meter. Lalu lintas terputus total hingga alat berat tiba di lokasi.

Besarnya skala kerusakan ini menunjukkan bahwa banjir di Aceh bukan sekadar peristiwa rutin. Intensitas hujan ekstrem, degradasi daerah aliran sungai, dan kapasitas infrastruktur yang tidak adaptif membuat struktur jalan dan jembatan rentan runtuh saat debit air naik drastis.
Pemerintah daerah terus mengerahkan excavator dan tim teknik ke titik-titik kritis. Prioritasnya, membuka akses logistik, memulihkan jalur evakuasi, dan memastikan wilayah yang sempat terputus kembali terhubung. Namun pemulihan total diperkirakan berlangsung panjang.
Banjir Aceh 2025 mengingatkan kita bahwa ketahanan infrastruktur kini menjadi faktor penentu keselamatan warga. Jalan dan jembatan bukan hanya penghubung antarwilayah, tetapi juga penghubung hidup dan harapan ribuan orang di tengah bencana. ***
Reporter: Muhammad Ali.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.