
BANDA ACEH, mulamula.id – Hingga hari ke-10 pasca banjir besar yang melanda Aceh, ribuan warga masih terjebak di pedalaman karena akses darat terputus. Menurut Gubernur Aceh Muzakkir Manaf alias Mualem, ancaman paling nyata kini bukan lagi air, melainkan kelaparan.
Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, hingga sebagian Bireuen menjadi titik terparah. Banyak desa belum tersentuh bantuan, sementara logistik hanya bisa dikirim lewat perahu karet karena jembatan dan jalan hilang dihantam air.
“Kondisi pengungsi sangat membimbangkan. Mereka bisa mati bukan karena banjir, tapi karena kelaparan,” ujar Mualem saat meninjau lokasi bencana, Sabtu (5/12).
Bantuan Tidak Merata, Desa Menunggu Harapan
Makanan dan air bersih menjadi kebutuhan paling mendesak. Namun distribusinya macet. Mualem mendesak semua pihak, termasuk aparat desa dan relawan, agar proaktif menjangkau titik pedalaman.
Baca juga: Mualem Terobos Malam Gelap Aceh Tamiang, Dengar Kisah ‘Tsunami Sungai’
Selain krisis pangan, fasilitas umum banyak yang rusak. Sekolah, puskesmas, rumah ibadah, dan beberapa jembatan hancur. Tanpa akses darat, ribuan keluarga hanya bisa berharap pada gelombang bantuan berikutnya.
“Seperti Tsunami Kedua”
Usai mengunjungi wilayah timur dan tengah Aceh, Mualem menggambarkan suasana bencana sebagai deja vu yang traumatis.
“Saya pribadi melihat banjir dan longsor ini seperti tsunami kedua,” katanya.
Peringatan itu bukan sekadar retorika. Jika penyaluran bantuan tidak segera berubah cepat, Aceh berpotensi menghadapi krisis kemanusiaan, di mana warga selamat dari air, tapi kalah oleh lapar. ***
Reporter: Muhammad Ali
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.