Mafia Tanah di Balik 6,4 Juta Hektare Lahan Tumpang Tindih

Tumpang tindih lahan 6,4 juta hektare di Indonesia jadi potensi konflik dan sasaran mafia tanah. Pemerintah tengah mencari solusi tegas. Foto: Ilustrasi/ Tom Fisk/ Pexels.

JAKARTA, Mulamula – Indonesia menghadapi tantangan serius di sektor pertanahan. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid mengungkapkan adanya 6,4 juta hektare lahan yang berpotensi mengalami masalah tumpang tindih meski telah bersertifikat. Lahan-lahan ini tidak tercantum dalam peta nasional, menciptakan celah bagi tumpang tindih kepemilikan yang kompleks dan rawan sengketa.

Lahan seluas 6,4 juta hektare tersebut, tersebar di berbagai wilayah Indonesia, memiliki potensi konversi menjadi 13,8 juta bidang sertifikat. Jika digabungkan, luas lahan ini bahkan melebihi total luas wilayah Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat yang hanya mencapai 6,04 juta hektare.

Mafia Tanah dan Kompleksitas Sengketa

Nusron menekankan bahwa tumpang tindih ini sering kali dipicu oleh mafia tanah yang memanfaatkan celah administrasi untuk memanipulasi hak kepemilikan. Modus yang marak, seperti pemalsuan sertifikat dan manipulasi akta kepemilikan. Hal ini memicu konflik berkepanjangan dan berdampak pada kerugian ekonomi, sosial, serta psikologis bagi masyarakat yang terdampak.

“Kami meminta aparat penegak hukum untuk memberlakukan pasal berlapis pada mafia tanah yang tertangkap. Termasuk, penerapan tindak pidana umum, korupsi, dan pencucian uang. Pendekatan ini harapannya memberi efek jera,” ungkap Nusron.

Potensi Rugi Rp3,41 Triliun: Studi Kasus di Jawa Tengah

Kasus mafia tanah besar lainnya diungkap sebelumnya oleh Menteri ATR Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Potensi kerugian negara mencapai Rp3,41 triliun. Kasus ini terjadi di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Seorang tersangka berinisial DB melakukan pemalsuan akta kepemilikan pada lahan seluas 82,6 hektare.

Modus adalah pemalsuan dokumen pengalihan hak tanpa persetujuan pemilik sah, dengan bantuan oknum notaris. Lahan ini telah melewati pengembangan menjadi kawasan industri, sehingga dampak ekonominya signifikan.

Menata Ulang Tata Ruang dan Kepemilikan

Untuk mencegah kerugian lebih lanjut, pemerintah bekerja sama dengan lembaga hukum seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Nusron Wahid menyatakan bahwa koordinasi ini harapannya dapat memperkuat sistem pengawasan dan pemetaan ulang lahan. Sekaligus mencegah praktik mafia tanah yang merugikan negara dan masyarakat.

Dengan komitmen yang kuat dan penerapan hukum yang tegas, Indonesia berpeluang mewujudkan sistem tata ruang yang lebih tertib dan bebas dari mafia tanah. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *