Kanker Paru di Era Polusi, Non-Perokok pun Tak Lagi Aman

Penelitian menunjukkan bahwa polusi udara berperan dalam peningkatan kasus kanker paru, terutama di kalangan non-perokok. Foto: Ilustrasi/ Anna Shvets/ Pexels.

KANKER paru selama ini identik dengan kebiasaan merokok. Namun, riset terbaru mengungkapkan tren yang mengkhawatirkan: peningkatan kasus kanker paru pada orang yang tidak pernah merokok. Fenomena ini semakin menegaskan bahwa ancaman kesehatan tidak hanya datang dari gaya hidup individu, tetapi juga dari faktor lingkungan, terutama polusi udara.

Dampak Polusi Udara pada Kesehatan Paru

Sebuah studi yang dipublikasikan di The Lancet Respiratory Medicine menunjukkan bahwa kanker paru pada non-perokok kini menjadi penyebab kematian akibat kanker tertinggi kelima di dunia. Asia Timur, terutama China, menjadi wilayah dengan lonjakan kasus paling signifikan. Para peneliti menghubungkan peningkatan ini dengan polusi udara yang semakin memburuk.

Data dari Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 serta berbagai registrasi kasus kanker dari 1988 hingga 2017 menunjukkan bahwa adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang paling banyak ditemukan. Baik pada pria (45,6 persen) maupun wanita (59,7 persen). Meski dapat dipicu oleh merokok, adenokarsinoma lebih sering ditemukan pada kelompok non-perokok.

Baca juga: Polusi Udara Sebabkan 7 Juta Kematian Dini Setiap Tahun

Studi ini menegaskan bahwa meskipun jumlah perokok di dunia menurun, kanker paru tetap menjadi penyebab hampir 2 juta kematian setiap tahun. Fakta ini menunjukkan bahwa faktor risiko lain, termasuk polusi udara, berperan besar dalam perkembangan penyakit ini.

Tren Epidemiologi, Pola yang Berubah

Selama beberapa dekade, kampanye anti-rokok telah berhasil menurunkan prevalensi merokok di berbagai negara. Namun, hal ini diikuti oleh peningkatan kanker paru pada individu yang tidak memiliki riwayat merokok sama sekali.

Para peneliti mencatat bahwa peningkatan kasus ini tidak hanya terjadi di negara-negara dengan tingkat polusi tinggi, tetapi juga di kawasan yang sedang mengalami industrialisasi pesat. Kombinasi antara asap kendaraan, emisi industri, dan polutan rumah tangga diduga menjadi pemicu utama.

Kabut polusi menyelimuti langit Jakarta pada 15 Mei 2024, pukul 05.57 WIB. Foto: Dok. Hamdani S. Rukiah/ MulaMula.

Fenomena ini menjadi peringatan bagi para pemangku kebijakan untuk tidak hanya berfokus pada pengendalian tembakau, tetapi juga memperkuat regulasi kualitas udara.

Polusi Udara, Faktor Risiko yang Semakin Dominan

Hubungan antara polusi udara dan kanker paru bukanlah hal baru. Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap partikulat halus (PM2.5) dan nitrogen dioksida (NO₂) dapat merusak jaringan paru dan memicu mutasi seluler yang berujung pada kanker.

Asia Timur menjadi sorotan utama dalam penelitian ini karena wilayah tersebut mengalami tingkat polusi udara yang sangat tinggi. Beijing, Shanghai, dan kota-kota besar lainnya di China sering kali mencatat tingkat PM2.5 jauh di atas standar aman WHO.

Baca juga: Biaya Polusi Udara Jakarta: Rp52 Triliun per Tahun

Dengan berkurangnya jumlah perokok, polusi udara kini muncul sebagai ancaman baru bagi kesehatan paru. Tantangannya, tidak seperti rokok yang bisa dikendalikan secara individu. Polusi udara adalah masalah kolektif yang membutuhkan intervensi sistemik.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Menghadapi ancaman ini, memerlukan pendekatan multi-sektoral:

  1. Regulasi Emisi yang Lebih Ketat
    Negara-negara dengan tingkat polusi tinggi perlu mengadopsi kebijakan yang lebih ketat terhadap emisi kendaraan dan industri.
  2. Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan
    Investasi dalam transportasi hijau, penghijauan kota, dan pengurangan bahan bakar fosil dapat membantu menekan tingkat polusi.
  3. Peningkatan Kesadaran Publik
    Edukasi mengenai risiko kanker paru bagi non-perokok serta perlindungan diri dari polusi udara perlu lebih diperluas.
  4. Pengembangan Teknologi Bersih
    Mendorong inovasi dalam teknologi ramah lingkungan dapat membantu mengurangi dampak polusi dalam jangka panjang.

Baca juga: Jakarta Tambah 200 Bus Listrik untuk Udara Lebih Bersih

Dengan temuan ini, jelas bahwa isu kanker paru kini bukan hanya masalah individu yang merokok, tetapi juga dampak dari kualitas lingkungan yang semakin memburuk. Perubahan pola epidemiologi ini menuntut respons yang lebih komprehensif, tidak hanya dalam pengendalian tembakau, tetapi juga dalam pengelolaan polusi udara untuk melindungi kesehatan geberasi mendatang. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *