Disruptor yang Terdisrupsi, Strategi Bertahan di Era Disrupsi Balik

Uber Eats menjadi salah satu strategi diversifikasi di tengah gelombang disrupsi balik, saat Uber beradaptasi menghadapi perubahan pasar. Foto: Ilustrasi/ Tony Sebastian/ Pexels.

DULU, startup disruptif mengandalkan strategi “bakar uang” untuk merebut pasar dan mengguncang industri konvensional. Tapi kini, mereka justru menghadapi “disrupsi balik”—tekanan dari regulasi, investor, dan perubahan perilaku konsumen.

Mereka yang tidak mampu beradaptasi sudah mulai tumbang. Namun, para pemain besar seperti Netflix, Uber, dan Shopee masih bertahan dengan berbagai strategi. Bagaimana mereka menyiasati era ini?

Dari “Bakar Uang” ke Profitabilitas, Model Bisnis Harus Berubah

Saat modal ventura masih berlimpah, startup bisa bertahan dengan strategi subsidi, diskon besar-besaran, dan harga miring. Tapi era “bakar uang” sudah berakhir. Sekarang, investor menuntut keuntungan nyata.

Contohnya adalah Netflix, salah satu disruptor di industri hiburan. Awalnya, mereka mengandalkan model langganan tanpa iklan, tetapi tekanan keuangan memaksa perubahan.

  • Tahun 2023, Netflix meluncurkan paket langganan berbasis iklan.
  • Strategi ini terbukti sukses, dengan lebih dari 23 juta pengguna memilih paket tersebut (The Verge, 2024).
  • Langkah ini tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga mengatasi penurunan pelanggan di segmen premium.

Model serupa kini diikuti oleh Disney+ dan Amazon Prime Video, yang juga memperkenalkan paket berbasis iklan.

Diversifikasi Bisnis, Tak Bisa Lagi Mengandalkan Satu Model

Beberapa disruptor menyadari bahwa mengandalkan satu model bisnis tidak cukup untuk bertahan. Karena itu, mereka mulai mencari sumber pendapatan baru.

Uber:

  • Awalnya hanya layanan ride-hailing, kini memperluas bisnis ke pengiriman makanan (Uber Eats) dan logistik (Uber Freight).
  • Tahun 2024, pendapatan Uber dari pengiriman makanan tumbuh 14%, menyalip pendapatan dari layanan transportasi (Financial Times, 2024).
Netflix terus beradaptasi di tengah persaingan industri streaming, beralih dari model tanpa iklan ke paket berlangganan berbasis iklan demi meningkatkan profitabilitas. Foto: Kaboompics/ Pexels.

Grab:

  • Tidak hanya layanan transportasi, tetapi kini agresif masuk ke layanan keuangan digital, termasuk dompet digital dan pinjaman mikro.

Shopee:

  • Setelah mengurangi diskon besar-besaran, kini lebih fokus pada iklan dan layanan keuangan (Shopee PayLater) untuk meningkatkan profitabilitas.

Baca juga: Mengapa Pendiri Unicorn Indonesia Mundur dari Perusahaan Mereka Sendiri?

Strategi diversifikasi ini mengurangi ketergantungan pada satu sumber pendapatan, sehingga bisnis bisa tetap bertahan meskipun ada perubahan di pasar utama mereka.

Adaptasi dengan Regulasi, Disruptor Tak Bisa Lagi “Liar”

Banyak disruptor awalnya tumbuh pesat dengan memanfaatkan celah regulasi. Namun kini, pemerintah mulai memperketat aturan.

Misalnya:

Ride-Hailing (Uber & Grab)

  • Dulu menganggap pengemudi sebagai mitra independen untuk menghindari kewajiban tenaga kerja.
  • Kini banyak negara, termasuk Inggris dan AS, mewajibkan status pekerja tetap, yang meningkatkan biaya operasional.
  • Uber mulai mengembangkan sistem insentif baru dan efisiensi algoritma untuk menekan biaya tanpa kehilangan pengemudi.

E-Commerce (Shopee & Tokopedia)

  • Pemerintah di banyak negara kini melarang perang harga dan subsidi besar-besaran.
  • Shopee menyesuaikan strategi dengan meningkatkan pendapatan dari iklan dan seller fee, bukan sekadar diskon untuk konsumen.

Baca juga: Tokopedia Hadirkan TikTok Shop Tokopedia Mall

Regulasi bisa menjadi hambatan, tetapi bagi disruptor yang mampu beradaptasi, ini justru bisa menjadi keunggulan dalam persaingan jangka panjang.

Membangun Loyalitas, Bukan Hanya Akuisisi

Salah satu kesalahan disruptor di masa lalu adalah terlalu fokus pada akuisisi pelanggan baru, tanpa memperhatikan loyalitas jangka panjang.

Baca juga: Tokopedia, Shopee, dan Lazada Dominasi Unduhan di Aplikasi Google Play Store

Sekarang, mereka mulai memahami bahwa mempertahankan pelanggan lebih penting daripada sekadar menarik pengguna baru dengan diskon.

  • Netflix mulai memproduksi konten eksklusif berkualitas tinggi untuk mempertahankan pelanggan, seperti Squid Game dan Stranger Things.
  • Amazon Prime memberikan layanan tambahan seperti pengiriman cepat dan akses ke platform video.
  • Gojek & Grab membangun sistem reward dan cashback agar pelanggan tetap menggunakan ekosistem mereka.

Menurut laporan Bain & Company (2024), pelanggan yang loyal memiliki nilai 5x lebih besar dibandingkan pelanggan baru yang hanya datang karena promo.

Disruptor yang Bertahan adalah yang Paling Adaptif

Era disruptor yang bebas berinovasi tanpa batas memang sudah berakhir. Namun, disruptor yang bisa beradaptasi dengan perubahan regulasi, perilaku konsumen, dan tuntutan profitabilitas akan tetap bertahan.

Strategi kunci mereka:
* Berhenti membakar uang, fokus pada profitabilitas.
* Diversifikasi bisnis agar tidak bergantung pada satu model saja.
* Menyesuaikan diri dengan regulasi baru.
* Membangun loyalitas pelanggan, bukan sekadar akuisisi.

Disrupsi masih akan terus terjadi, tetapi hanya yang paling fleksibel yang akan bertahan dalam jangka panjang.

Tunggu artikel terakhir sore ini, di mana kami akan membahas apakah startup baru masih punya peluang di era ini, atau apakah dominasi raksasa teknologi sudah tak tergoyahkan? ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *