Air Laut Nggak Pernah Habis, Kok Bisa?

Lautan tropis, sumber utama penguapan yang menjaga keseimbangan air dan iklim global. Foto: SlimMars 13/ Pexels.

DI BALIK hamparan biru laut yang tampak tenang, sesungguhnya ada mesin alam bekerja tanpa henti, siklus hidrologi. Tanpa ini, kehidupan di bumi mungkin tak pernah eksis dalam bentuk yang kita kenal. Lautan bukan hanya wadah air raksasa, laut adalah pusat sirkulasi air dan energi planet ini.

Air di bumi tak pernah habis. Itu bukan keajaiban, tapi hasil kerja ekosistem yang sangat efisien. Setiap detik, air laut menguap ke atmosfer. Tapi dalam siklus yang nyaris sempurna, air itu akan kembali lagi, entah dalam bentuk hujan di laut atau curah hujan di daratan.

Lautan, Sumber 97 Persen Air Bumi

Menurut NASA, sekitar 97 persen air yang ada di planet ini tersimpan di lautan. Dari jumlah itu, sekitar 86 persen uap air yang membentuk awan dan hujan berasal dari penguapan air laut. Artinya, sebagian besar hujan yang turun ke bumi berawal dari laut. Bahkan, sekitar 78 persen dari curah hujan global terjadi langsung di atas permukaan laut.

Baca juga: Laut Kian Gelap, Dampak Iklim yang Luput dari Pandangan

Namun, tak semua uap itu kembali ke laut. Sekitar 10 persen akan terbawa angin dan jatuh sebagai hujan di daratan. Di sanalah air mengalir melalui tanah, masuk ke sungai, dan akhirnya bermuara kembali ke laut—menyempurnakan siklusnya.

Mesin Pengatur Iklim Dunia

Lebih dari sekadar mendaur ulang air, laut juga berperan penting dalam mengatur iklim. Saat air laut menguap, ia menyerap panas dari permukaan laut. Proses ini membantu mendinginkan laut dan menyimpan panas di atmosfer, yang turut menyangga dampak pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida.

Pantai dan lautan sebagai bagian dari siklus hidrologi yang menjaga keseimbangan air di Bumi. Foto: Vinícius Vieira ft/ Pexels.

Saat uap air mengembun menjadi awan, panas dilepaskan kembali ke atmosfer. Proses ini mendorong sirkulasi udara, terutama di wilayah tropis. Tanpa proses ini, distribusi panas bumi akan sangat tidak merata, menyebabkan ketidakseimbangan iklim yang ekstrem.

Baca juga: Suhu Laut Pecah Rekor, Sinyal Darurat Perubahan Iklim

Tak Pernah Habis, tapi Tak Boleh Diabaikan

Meski jumlah air di bumi tampak melimpah—diperkirakan mencapai 332 juta mil kubik—hanya sebagian kecil yang bisa langsung dimanfaatkan manusia. Dan meski laut terus mengisi kembali siklus air, dampak krisis iklim tetap nyata. Naiknya suhu global dapat mengganggu pola penguapan dan curah hujan, memicu kekeringan, banjir, bahkan krisis air bersih.

Baca juga: Ketika Es Antartika Mencair, Badai Laut Datang Lebih Sering

Itulah mengapa memahami peran laut dalam sistem hidrologi sangat krusial, terutama bagi para pengambil kebijakan dan praktisi keberlanjutan. Perlindungan ekosistem laut bukan hanya soal menyelamatkan ikan atau terumbu karang, tetapi juga menjaga keberlangsungan air dan energi yang menopang seluruh kehidupan di bumi.

Kita kerap memandang laut hanya sebagai bentang alam. Padahal, lautan adalah mesin alami yang menjaga bumi tetap hidup. Dari siklus air hingga pengaturan iklim, laut memainkan peran vital yang tak tergantikan.

Menjaga laut berarti menjaga masa depan. Karena tanpa laut yang sehat, siklus air bisa kacau, iklim tak menentu, dan kehidupan terancam. Laut bukan hanya bagian dari alam, tapi bagian dari kita semua. ***

Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau.

Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *