Aksara: Kalau Mau Pintar, Tutup TikTok-mu dan Buka Buku!

Cahaya pengetahuan lahir dari halaman yang dibaca, bukan layar yang digeser. Foto: Ilustrasi/ Rahul Shah/ Pexels.

KITA bangga bisa menghabiskan berjam-jam scroll TikTok. Tapi coba jujur, apa yang benar-benar kita ingat dari semua itu? Satu minggu, satu bulan, satu tahun kemudian, apakah ada yang menempel dalam kepala?

Sementara itu, satu buku tipis bisa mengubah cara kita berpikir sepanjang hidup.

Generasi Scroll, Generasi yang Lupa?

Media sosial memberi sensasi instan. Cepat, lucu, bikin heboh. Tapi, instan bukan berarti bermakna. Budaya ini berisiko mencetak generasi yang pandai bereaksi, tapi miskin refleksi.

Mantan Menteri Perdagangan dan usahawan ternama, Gita Wirjawan, melalui sebuah siniar pernah mengingatkan, “kalau mau pintar, jalan utamanya tetap membaca buku”. Dan dia bukan satu-satunya. Sejak dulu, para pemikir dan pendidik menegaskan, peradaban besar lahir dari tradisi membaca, bukan dari budaya scrolling.

Kenyataan Pahit, Indonesia Rendah Literasi

UNESCO pernah menyoroti rendahnya minat baca di Indonesia. Ironisnya, di sisi lain, kita jadi salah satu pengguna media sosial paling aktif di dunia. Kita sibuk jadi “pembaca” timeline, tapi malas membaca buku.

Apakah kita rela dicatat sejarah sebagai bangsa yang lebih percaya algoritma daripada akal sehatnya sendiri?

Mari Pulang ke Buku

Kalau benar kita ingin bangsa ini maju, mari mulai dari hal sederhana, pulang ke buku. Matikan notifikasi sebentar, buka halaman pertama, dan biarkan kata-kata membentuk pikiran.

Membaca itu bukan gaya hidup kuno. Justru inilah bentuk perlawanan paling radikal di era instan.

Jangan biarkan TikTok jadi kitab harian kita. Bangun kembali tradisi membaca, karena di situlah letak martabat ilmu dan masa depan bangsa. ***

Desain grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.

Catatan Redaksi
  • Tulisan ini merupakan bagian dari seri refleksi Mulamula.id tentang pentingnya membaca di era media sosial. Ke depan, seri ini akan hadir rutin dengan nama Aksara, sebuah ruang provokatif yang mengingatkan kita semua bahwa peradaban besar lahir dari tradisi membaca, bukan sekadar budaya scroll.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *