
SAAT kita mengenang Hari Pahlawan, 10 November, yang terbayang sering kali hanya bambu runcing dan medan perang. Padahal, sebelum mengangkat senjata, para pendiri bangsa menempa pikiran lewat buku.
Soekarno, Hatta, Sjahrir, hingga Tan Malaka, mereka membaca sejarah, filsafat, dan politik.
Dari halaman buku, lahir gagasan tentang kemerdekaan, strategi perlawanan, dan visi untuk masa depan Indonesia.
Buku adalah bahan bakar pikiran bangsa. Tanpanya, perjuangan fisik tidak akan punya arah.
Lupa Sejarah, Mengulang Kesalahan
Kini, buku sering dianggap benda nostalgia. Banyak orang mengenal sejarah hanya dari potongan video media sosial. Singkat, menghibur, tapi sering kali bias atau keliru.
Sejarah memberi peringatan yang jelas. Bangsa yang melupakan masa lalunya cenderung mengulang kesalahan yang sama.
Baca juga: Aksara: Bacalah, Sebelum Otakmu Dicetak Algoritma
Kondisi literasi kita masih memprihatinkan. PISA 2022 (OECD) menempatkan kemampuan membaca siswa Indonesia di 359 poin, turun dari 371 pada 2018 dan jauh di bawah rata-rata OECD 476 poin.
Indeks Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) memang naik dari 59,52 (2021) menjadi 72,44 (2024), tetapi peningkatan ini belum menjamin kebiasaan membaca yang mendalam. Kajian Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) juga menunjukkan sebagian besar provinsi di Indonesia masih berada di kategori rendah.
Dengan fondasi literasi seperti ini, tidak heran jika algoritma media sosial sering kali menjadi “guru sejarah” yang lebih dipercaya ketimbang buku.
Buku, Senjata untuk Masa Depan
Buku bukan sekadar warisan masa lalu atau benda nostalgia di rak kayu. Buku adalah senjata intelektual untuk memahami dunia, menimbang kebenaran, dan merancang masa depan.
Baca juga: Aksara: Bangsa yang Malas Membaca, Mudah Ditipu
Bangsa yang rajin membaca dan menulis selalu memimpin peradaban. Bangsa yang malas membaca hanya menjadi penonton sejarah.
Menggugah untuk Kembali Membaca
Hari Pahlawan bukan hanya peringatan perjuangan fisik. Hari besar nasional ini juga pengingat bahwa para pahlawan kita membentuk visi bangsa dengan pengetahuan yang mereka gali dari buku.
Baca juga: Aksara: Kalau Mau Pintar, Tutup TikTok-mu dan Buka Buku!
Membaca adalah langkah sederhana, tetapi revolusioner, untuk menjaga agar kita tidak kehilangan arah.
Kini saatnya kembali membuka buku, bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi untuk menyiapkan masa depan. ***

Catatan Redaksi
Aksara adalah rubrik khusus mulamula.id yang hadir setiap akhir pekan untuk menggugah publik agar kembali ke khitah ilmu: membaca. Lewat tulisan reflektif, satir, hingga inspiratif, Aksara mengingatkan kita bahwa peradaban besar lahir dari tradisi membaca, bukan dari budaya scroll.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.
Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA