Alih Fungsi Lahan, Bali Bayar Mahal dengan Banjir

Banjir besar melanda kawasan permukiman di Bali. Minimnya tutupan hutan di DAS membuat aliran air sungai tak mampu menahan debit hujan ekstrem. Foto: Westjavatoday .

PULAU Dewata punya masalah serius. Tutupan hutan di daerah aliran sungai (DAS) makin tipis, tinggal 3 persen saja. Dari luas 49.500 hektare di DAS Ayung, hanya sekitar 1.500 hektare yang masih berhutan. Idealnya, harus ada minimal 30 persen tutupan pohon untuk menahan banjir.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyebut alih fungsi lahan jadi penyebab utama. Sejak 2015 sampai 2024, ada 459 hektare hutan yang hilang, berganti jadi permukiman, perkebunan, bahkan vila.

“Bali ini kecil. Hilangnya ratusan hektare hutan punya dampak besar,” kata Hanif usai rapat koordinasi di Denpasar, Sabtu (13/9/2025).

Banjir yang Tak Bisa Ditahan

Bali baru saja dilanda banjir besar. Debit air meluap, drainase tersumbat, rumah warga tergenang. Salah satu pemicunya, hujan ekstrem yang mencapai 245,75 mm hanya dalam sehari. Dengan tutupan hutan tipis, DAS tak sanggup menahan air.

Baca juga: Bali di Masa Depan, Jadi Wisata Berkelanjutan atau Tumbang karena Overtourism?

Efeknya jelas. Infrastruktur rusak, ekonomi terganggu, dan pariwisata ikut kena getahnya.

Saatnya Pulihkan Lanskap

Pemerintah pusat dan Pemprov Bali kini bicara serius soal reforestasi. Rencana penanaman pohon dan revegetasi disiapkan untuk mengembalikan fungsi DAS. Hanif juga wanti-wanti, pembangunan vila dan penginapan harus diawasi ketat.

“Kalau konversi lahan terus dibiarkan, Bali akan makin rentan bencana,” tegas Hanif.

Alih fungsi lahan sejak 2015 membuat DAS Bali kritis. Tutupan hutan hanya tersisa 3 persen, jauh di bawah standar 30 persen. Pulau kecil dengan tekanan iklim besar. Desain Grafis: Daffa Attarikh/ SustainReview/ MulaMula.

Langkah lain, memperkuat tata ruang. Pembangunan harus memikirkan daya serap air, bukan sekadar mengejar profit.

Sampah Jadi Masalah Tambahan

Bukan cuma hutan yang bermasalah. Sampah ikut memperparah banjir. Drainase tersumbat, aliran air terhambat. Hanif mengingatkan perlunya perubahan besar dalam pengelolaan sampah.

“Kita harus mulai dari sumber. Kalau perilaku tidak berubah, sistem apa pun akan kewalahan,” jelasnya.

Baca juga: Bye-bye Sachet, Bali Gaspol Lawan Plastik Sekali Pakai Mulai 2026

Program pengurangan plastik sekali pakai di Bali jadi salah satu contoh. Ada larangan air kemasan di bawah satu liter, pembatasan plastik sekali pakai, sampai pengelolaan sampah dari hulu.

Komitmen Pemerintah Daerah

Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan komitmennya. Ia menyebut investigasi penyebab banjir akan dilakukan mendalam, termasuk dugaan penggundulan hutan dan hilangnya lahan resapan.

“Kami akan siapkan langkah cepat agar bencana tidak berulang,” katanya.

Alih fungsi lahan mungkin terlihat menguntungkan dalam jangka pendek. Tapi banjir besar jadi bukti, biaya yang dibayar jauh lebih mahal. Bali kini berada di titik balik: memilih pulih bersama lingkungan, atau terus membayar dengan bencana. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *