Bangunan Hijau di Indonesia, Tren Menjanjikan atau Tantangan Berat?

Gedung-gedung pencakar langit di Jakarta kini mulai mengadopsi desain ramah lingkungan, menghadapi tantangan dan peluang menuju keberlanjutan. Foto: Tom Fisk/ Pexels.

KEBERLANJUTAN dalam sektor konstruksi semakin mendapat perhatian di Indonesia. Tren bangunan hijau atau konstruksi ramah lingkungan (green building) mulai berkembang pesat, dengan tujuan utama mengurangi jejak karbon dan meningkatkan efisiensi energi dalam infrastruktur.

Namun, apakah tren ini benar-benar membawa perubahan signifikan atau menghadapi tantangan berat?

Berdasarkan data dari Green Building Council Indonesia (GBCI), jumlah sertifikasi bangunan hijau di Indonesia meningkat hampir 30% dalam lima tahun terakhir.

Tren ini mencakup penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan, desain yang meminimalkan dampak lingkungan, dan teknologi efisiensi energi.

Misalnya, Kawasan Kota Tua Jakarta yang sedang dikembangkan dengan standar green building untuk mengurangi dampak ekologisnya.

Mengapa Bangunan Hijau Penting?

Menurut World Green Building Council, bangunan hijau dapat mengurangi konsumsi energi hingga 30% dan emisi karbon hingga 40%.

Ini berpotensi mengurangi dampak lingkungan dari sektor konstruksi yang sering menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi karbon.

Implementasi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam desain dan pembangunan juga dapat meningkatkan kenyamanan dan kesehatan penghuni bangunan.

Meskipun manfaatnya jelas, tantangan dalam implementasi bangunan hijau di Indonesia cukup signifikan. Berdasarkan Laporan Konstruksi Berkelanjutan Indonesia, beberapa kendala utama termasuk biaya awal yang lebih tinggi dan kurangnya pemahaman tentang teknik bangunan hijau di kalangan pengembang.

Biaya tambahan untuk sertifikasi dan material ramah lingkungan sering menjadi alasan utama bagi banyak proyek untuk tidak mengadopsi praktik keberlanjutan sepenuhnya.

Peluang untuk Mengurangi Jejak Karbon

Ada beberapa peluang untuk meningkatkan keberlanjutan dalam sektor konstruksi. Salah satunya adalah peningkatan kesadaran dan pelatihan bagi para profesional di bidang konstruksi tentang praktik bangunan hijau.

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), insentif untuk proyek bangunan hijau dan pengembangan standar nasional yang lebih jelas dapat membantu mempercepat adopsi praktik ramah lingkungan.

Proyek-proyek inovatif seperti Intiland Tower di Jakarta menunjukkan bagaimana teknologi hijau dapat diterapkan dengan efektif.

Baca juga: Intiland Tower, Pionir Green Building di Indonesia

Gedung ini menggunakan sistem pengelolaan air hujan, sistem energi dan material bangunan berkelanjutan, yang dapat menjadi contoh bagi proyek-proyek lainnya di Indonesia.

Apa yang Bisa Dilakukan Pengembang dan Pemerintah?

Pengembang perlu mempertimbangkan manfaat jangka panjang dari bangunan hijau dan berinvestasi dalam pelatihan serta teknologi yang sesuai.

Sementara itu, pemerintah dapat memperkuat dukungan melalui kebijakan dan insentif yang memudahkan adopsi praktik keberlanjutan.

Bangunan hijau di Indonesia menawarkan potensi besar untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan efisiensi energi dalam sektor konstruksi.

Meskipun ada tantangan seperti biaya awal dan kurangnya pemahaman, peluang untuk mengimplementasikan praktik keberlanjutan tetap luas.

Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah dan investasi dalam pelatihan serta teknologi, sektor konstruksi Indonesia dapat maju menuju keberlanjutan yang lebih baik. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *