
DRAMA hukum Korea Beyond the Bar di Netflix terus menyajikan kasus-kasus yang tidak hanya menyentuh emosi, tetapi juga menantang logika hukum. Episode keenam, berjudul Love Is an Impairment, mengangkat persoalan pelik tentang cinta, kekerasan, dan batas tipis antara consent dan penyalahgunaan.
Kasus Model dan Pengusaha Startup
Kasus bermula ketika seorang model muda mengajukan gugatan terhadap pacarnya, seorang pengusaha startup bernama Han-seok. Sang model menuduh dirinya menjadi korban praktik seksual sadistis yang berujung luka fisik serius, mengancam karier dan kesehatan mentalnya.
Di pengadilan, tim litigasi Yullim menghadapi dilema. Pihak tergugat menunjukkan bukti berupa dokumen consent, persetujuan yang ditandatangani korban untuk praktik tersebut. Namun, pihak penggugat menegaskan consent itu tidak sah karena dibuat dalam kondisi emosional yang terganggu akibat hubungan asmara yang timpang dan manipulatif.
Perspektif Hukum
Kasus ini menyoroti konsep consent (persetujuan) dalam hukum kekerasan seksual. Consent tidak bisa dianggap sah bila diberikan di bawah tekanan, manipulasi, atau ketidakmampuan memahami konsekuensi.
Baca juga: Hak Cipta di Meja Hijau, Beyond the Bar (5) Tampilkan Bukti Mengejutkan
Dalam konteks Indonesia, isu ini relevan dengan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU tersebut menekankan bahwa persetujuan haruslah bebas, sadar, dan tanpa paksaan. Jika consent diperoleh melalui bujuk rayu atau dominasi emosional, status hukumnya bisa dipersoalkan.

Episode ini juga memperlihatkan bagaimana diminished capacity, ketidakmampuan seseorang membuat keputusan rasional karena pengaruh cinta atau ketergantungan emosional, bisa dipakai untuk menggugat validitas consent.
Putusan dan Pelajaran
Pada akhirnya, kasus tidak berujung pada vonis pidana. Hakim mendorong mediasi, dan korban memilih menerima kompensasi sebatas biaya pengobatan dan bantuan hukum. Ia menolak ganti rugi yang lebih besar, menandakan luka batin dan harga dirinya tidak bisa ditebus dengan uang.
Baca juga: Beyond the Bar (4): Saat Lawyer Malah Jeblosin Kliennya Sendiri
Bagi publik, episode ini memberi pelajaran penting. Consent bukan sekadar tanda tangan di atas kertas. Consent harus lahir dari kebebasan penuh. Bagi mahasiswa hukum dan praktisi, kasus ini menjadi studi menarik tentang batasan persetujuan dan bagaimana hakim menafsirkan kondisi emosional dalam hubungan pribadi.
Beyond the Bar sekali lagi memperlihatkan kekuatannya dalam menghubungkan drama emosional dengan diskursus hukum yang kompleks, membuat penonton tidak hanya terhibur, tetapi juga tercerahkan. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.
Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA