Bill Gates sampai Zuckerberg Kok Jadi Petani?

Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan Jack Ma menjadi tiga tokoh teknologi global yang kini serius melirik sektor pertanian. Pergeseran ini menandai naiknya kembali nilai strategis pangan, lahan, dan inovasi agrikultur di tengah krisis iklim dan ketidakpastian ekonomi dunia. Foto: AI-generated/ MulaMula.

DI ERA ketika semua orang sibuk ngomongin AI, robot, dan aplikasi serba pintar, para bos teknologi dunia malah bikin manuver yang bikin banyak orang garuk-garuk kepala. Bukannya menambah koleksi startup digital atau saham teknologi, Bill Gates, Mark Zuckerberg, sampai Jack Ma justru ramai-ramai masuk ke… pertanian.

Iya, kamu tidak salah baca. Para raksasa digital itu kini sedang serius melirik tanah, ladang, kebun, dan peternakan. Bukan buat konten aesthetic, tapi sebagai investasi masa depan. Kok bisa?

Tanah Lebih Stabil dari Algoritma

Bill Gates mungkin bukan petani, tapi ia kini tercatat sebagai pemilik lahan pertanian terbesar di Amerika. Dilansir The Land Report, Gates punya sekitar 242.000 acre lahan, setara hampir 100.000 hektar.

Dalam beberapa wawancara, Gates menjelaskan alasannya. Pertanian adalah sektor yang tahan banting. Cuaca memang berubah, tapi manusia bakal tetap makan. “Tujuan saya membuat pertanian lebih produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Menurutnya, teknologi bisa berubah tiap dua bulan, tapi pangan tetap jadi kebutuhan nomor satu.

Zuckerberg Bangun Ladang Ala Hawaii

Mark Zuckerberg juga ambil langkah serupa. Mengutip WIRED dan SFGate, ia dan istrinya Priscilla Chan membeli lebih dari 2.300 acre lahan di Kauai, Hawaii. Ada kebun jahe, kacang macadamia, peternakan, sampai kawasan konservasi.

Baca juga: Revolusi Pertanian, AI dan Robot Mengubah Cara Kita Bertani

Sebagian orang menyebut ini proyek “billionaire playground”, tapi arah besar investasinya jelas. Ketahanan pangan dan restorasi alam bakal jadi isu besar di masa depan. Dan Zuck tidak mau jadi penonton.

Jack Ma Masuk Agritech

Sementara itu, Jack Ma memilih jalur berbeda. Setelah mundur dari kursi pimpinan Alibaba, ia mulai fokus ke teknologi pangan dan perikanan. Ia bahkan investasi di perusahaan agritech di Hangzhou.

Buat Ma, pertanian adalah industri masa depan yang akan digerakkan data, sensor, genetika tanaman, dan otomasi. Pertanian generasi baru ini bukan soal cangkul, tapi soal inovasi.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ MulaMula.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Fenomena para bos teknologi masuk ke pertanian bukan kebetulan. Ada beberapa alasan kunci.

Pertama, pangan adalah aset paling nyata. Di dunia digital, tanah jadi simbol stabilitas. Nilainya nggak turun cuma gara-gara update algoritma.

Baca juga: Pertanian Regeneratif, Tren Diam-diam Mengubah Indonesia

Kedua, krisis pangan global mulai terasa. Perubahan iklim, konflik geopolitik, dan rantai pasok yang rapuh membuat pangan makin strategis. Ketika dunia goyah, mereka yang punya sumber pangan punya kekuatan.

Ketiga, agritech sedang naik daun. Dari robot pemanen, rumah kaca otomatis, hingga data iklim real time pertanian kini adalah “tech industry” baru. Dan para miliarder ini tidak mau ketinggalan kereta.

Indonesia Harus Belajar dari Tren Ini

Sebagai negara agraris, Indonesia punya lahan, iklim, dan pasar. Tapi regenerasi petani masih lambat, inovasi pertanian belum jadi arus utama, dan anak muda masih melihat pertanian sebagai profesi “jadul”.

Baca juga: Sektor Pertanian, 25 Tahun Terjebak dalam Stagnasi Pertumbuhan

Padahal, kalau Gates dan Zuck saja menganggap pertanian adalah masa depan, Indonesia harusnya lebih dulu sadar. Kita punya modal besar. Tinggal berani berinovasi, mengadopsi teknologi, dan membuka peluang buat generasi muda.

Pertanian bukan masa lalu. Di dunia yang makin digital, justru sektor ini yang makin seksi. Dan mungkin, di masa depan, “petani” bakal jadi profesi paling keren. ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *