
Langkah Bali menuju larangan sachet plastik di 2026 diharapkan menjaga kelestarian alam dan keindahan pesisir seperti ini, demi pariwisata yang lebih berkelanjutan. Foto: Valeriia Miller/ Pexels.
PULAU Bali kembali menorehkan langkah progresif dalam perang melawan sampah plastik. Setelah melarang produksi Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) plastik sekali pakai di bawah satu liter, Pemerintah Provinsi Bali kini bersiap menindaklanjuti usulan pelarangan kemasan plastik jenis sachet mulai 2026.
Rencana ini menjadi bagian dari visi Bali Clean and Green. Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta menegaskan bahwa wacana pelarangan sachet telah melalui kajian dan tengah menunggu momen pengambilan keputusan final. “Sudah dibahas, dan kita akan putuskan pada waktunya,” ungkapnya, Selasa (15/7/2025), di Kantor Gubernur Bali.
Menurutnya, kebijakan ini bukan sekadar larangan, tapi juga bentuk tanggung jawab antargenerasi untuk menjaga Bali tetap bersih dan sehat bagi anak cucu. Ia juga menilai pendekatan Gubernur Wayan Koster sebagai “bijak” karena memberi waktu kepada produsen besar seperti Danone untuk menghabiskan stok AMDK sebelum larangan diberlakukan penuh.
Dari AMDK ke Sachet, Tekanan terhadap Industri
Kebijakan pelarangan AMDK, yang tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025, telah memicu respons luas dari publik dan industri. Kini, giliran sachet, kemasan kecil yang biasa digunakan untuk produk seperti sampo, sabun, kopi, dan saus, yang disorot.
Baca juga: Perang Bali Lawan Plastik Dimulai dari Botol
Menurut Muhammad Kholif Basyaiban dari Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN), kebijakan pengelolaan sampah seharusnya tidak diskriminatif dan menyasar semua bentuk plastik sekali pakai. “UU Nomor 18 Tahun 2008 dan Permen LHK No. 75/2019 mewajibkan produsen bertanggung jawab atas limbah kemasan mereka. Bukan hanya AMDK, sachet juga bagian dari masalah,” ujarnya.
Darurat Plastik di Pulau Dewata
Langkah-langkah Pemerintah Provinsi Bali mencerminkan urgensi yang tak bisa ditunda. Data Kementerian Lingkungan Hidup mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 33,7 juta ton sampah pada 2024, dan hampir 20 persen di antaranya adalah sampah plastik. Bali sebagai ikon pariwisata nasional pun tidak luput dari ancaman tersebut.
Baca juga: Bali Larang Air Kemasan, tapi Bungkam Soal Sampah Sachet

Upaya pelarangan plastik sekali pakai di Bali bukan hanya soal lingkungan, tapi juga komitmen menjaga kesucian budaya dan harmoni dengan alam. Foto: Alex P/ Pexels.
Plastik sekali pakai seperti sachet dikenal sulit didaur ulang karena ukurannya kecil dan material campuran. Banyak dari limbah ini berakhir sebagai mikroplastik di laut, yang mengancam biota dan kesehatan manusia.
Mencari Solusi, Bukan Menyalahkan
Kebijakan larangan ini bukan tentang mematikan usaha, melainkan mendorong inovasi. “Kami ingin pengusaha beralih ke kemasan ramah lingkungan. Jangan hanya berpikir efisien, tapi pikirkan juga keberlanjutan,” kata Gubernur Koster.
Baca juga: Penglipuran, Bali: Harmoni Tradisi dalam Keheningan Tanpa Kendaraan
Namun, transformasi menuju Bali bebas plastik bukan hal mudah. Perlu komitmen lintas sektor. Mulai pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, hingga komunitas lokal. Edukasi, insentif inovasi, dan pengawasan ketat akan menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.
Bali kembali menjadi contoh bagi daerah lain. Jika diterapkan dengan serius dan menyeluruh, larangan sachet bisa menjadi babak baru dalam perjuangan mengurangi jejak plastik Indonesia, dan menjaga Bali tetap lestari sebagai pulau surga. ***
Artikel ini hasil kolaborasi antara Mulamula.id dan SustainReview.id, untuk menghadirkan wawasan mendalam seputar isu keberlanjutan dan transformasi hijau