
Pengantar Redaksi
Media sosial, dulunya ruang hangat untuk berbagi dan terhubung, kini berubah menjadi panggung konten dan kompetisi. Dalam laporan tematik akhir pekan ini, mulamula.id mengangkat pertanyaan besar: apakah media sosial sudah kehilangan jiwanya—atau justru sudah benar-benar tamat?
Lewat tiga sajian—dua artikel dan satu opini mendalam dari pakar media—kami mengajak pembaca melihat kembali perubahan ekosistem digital yang memengaruhi cara kita berinteraksi, berpikir, bahkan merasa.
Selamat membaca.
___________________________________
Media Sosial Dulu: Tempat untuk Berteman
MEDIA sosial tidak lagi sosial.
Dulu kita datang untuk berteman. Sekarang kita tinggal untuk tampil.
Ketika Facebook pertama kali hadir, tujuannya sederhana: menghubungkan teman lama, berbagi kabar, dan menciptakan ruang virtual yang terasa hangat. Lama-kelamaan, konsep ini bergeser. Halaman profil berubah jadi etalase. Foto liburan, video estetik, hingga opini panas tak lagi disampaikan untuk saling memahami, tapi untuk mendulang reaksi.
Era Algoritma dan Perhatian
Masuklah algoritma.
Di era baru ini, interaksi tidak lagi ditentukan oleh siapa yang kita kenal, tapi oleh apa yang kita sukai—atau yang memicu emosi. Konten viral lebih penting dari kabar teman. Akun yang tak dikenal lebih sering muncul daripada unggahan sahabat dekat.
Platform seperti Instagram dan TikTok menegaskan pergeseran ini. Interaksi digantikan impresi. Orang makin sering menggulir layar, tapi makin jarang menyapa. Ruang yang dulu bersifat personal kini menjadi publik, terkurasi, dan penuh tekanan sosial.
Baca juga: Mengungkap Fenomena “Kebahagiaan Palsu” di Media Sosial
Anak muda pun merasakan dampaknya. Dalam survei Pew Research (2023), banyak remaja AS mengatakan bahwa media sosial membuat mereka merasa “terhubung tapi kesepian.” Sebuah kontradiksi yang mencolok.

Zuckerberg: Era Jejaring Sosial Telah Berakhir
Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, secara terbuka menyatakan bahwa “era jejaring sosial telah berakhir.” Dalam wawancara terbaru, ia mengatakan bahwa media sosial kini bergerak ke arah “discovery engine”—mesin penemuan konten—bukan lagi tempat membangun hubungan sosial.
“Media sosial dulu soal membangun koneksi. Sekarang, orang datang untuk menemukan konten yang menghibur atau memicu emosi,” ujar Zuckerberg.
Baca juga: Impresi vs Like: Kunci Memahami Kinerja Konten di Media Sosial
Jejaring sosial kini lebih menyerupai panggung hiburan. Kita bukan lagi pengguna, tapi penampil. Pertemanan menjadi bonus, bukan tujuan. Yang utama: keterlibatan (engagement), angka, dan algoritma.
Apa yang hilang?
Ruang untuk menjadi diri sendiri. Ruang untuk gagal tanpa dinilai. Ruang untuk hadir sebagai manusia, bukan konten.
Media sosial memang belum benar-benar mati. Tapi ruhnya telah pergi. Yang tersisa adalah tubuh digital yang terus bergerak, tapi kehilangan arah. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.