Dari Sapaan ‘Om’ ke Tuntutan Mundur

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra. Foto: Instagram/ @ingshin21.

PAGI itu, Rabu 18 Juni 2025, Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra duduk di ruang kerjanya. Ia baru saja menerima kabar yang membuatnya terdiam. Rekaman telepon pribadinya dengan Hun Sen, mantan penguasa Kamboja, telah bocor ke publik. Percakapan yang awalnya bersifat pribadi kini menjelma menjadi ancaman politik.

Isinya? Obrolan akrab antara dua figur politik lintas negara. Nada pertemanan. Permintaan tolong. Dan yang paling mencolok—pengakuan tekanan dari dalam negeri serta keluhan terhadap militer Thailand sendiri.

Bagi publik Thailand, rekaman berdurasi 17 menit itu bukan sekadar isu diplomasi. Ini adalah bukti ketidakhati-hatian seorang perdana menteri yang baru berkuasa tak sampai setahun. Dan lebih dari itu—ini dianggap sebagai kegagalan menjaga wibawa negara.

Relasi Pribadi yang Berujung Publik

Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn memanggil Hun Sen sebagai “paman”. Ia meminta sang mantan PM Kamboja untuk tidak mempercayai “pihak seberang”, yang diduga merujuk pada pejabat militer Thailand. Ia juga terdengar menjanjikan bantuan pribadi: “Kalau paman butuh apa-apa, bilang saja.”

Baca juga: Telepon Rahasia Terbongkar, Thailand–Kamboja di Ujung Bara

Bagi rakyat dan kalangan oposisi, ini bukan sekadar keakraban. Ini adalah sinyal bahwa urusan negara telah dibawa ke ranah personal. Kritik langsung mengalir. Dari parlemen, dari jalanan, hingga dari ruang akademik.

Kemarahan Datang Beruntun

Reaksi datang cepat. Koalisi politik yang mendukung Paetongtarn mulai goyah. Partai Bumjaithai—kekuatan utama kedua dalam koalisi—memilih menarik diri. Ini menjadi pukulan serius. Tanpa dukungan penuh parlemen, posisi Paetongtarn kini tergantung pada simpul-simpul yang rapuh.

Sementara itu, kalangan konservatif di Thailand mendesaknya mundur. Mereka menuntut akuntabilitas dan menganggap skandal ini sebagai pelanggaran serius terhadap etika kenegaraan.

“Paetongtarn melemahkan posisinya sendiri. Dia menunjukkan ketundukan pada Hun Sen, bukan kepemimpinan,” ujar Profesor Ilmu Politik Universitas Chulalongkorn, Thitinan Pongsudhirak,kepada media lokal.

Paetongtarn bersama ayahnya, Thaksin Shinawatra—mantan PM Thailand yang menjalin persahabatan erat dengan Hun Sen, membentuk poros dinasti politik lintas negara. Foto: Instagram/ @ingshin21.
Bayang-bayang Thaksin dan Politik Warisan

Sebagai putri dari mantan PM Thaksin Shinawatra, langkah Paetongtarn selalu dibayangi nama besar keluarganya. Relasinya dengan Hun Sen adalah kelanjutan dari hubungan erat dua dinasti politik—keluarga Shinawatra di Thailand dan keluarga Hun di Kamboja.

Namun, warisan politik itu kini menjadi beban. Dalam situasi sensitif seperti konflik perbatasan, kedekatan personal dianggap mencederai kepercayaan publik terhadap kenetralan dan ketegasan pemimpin.

Saat Telepon Jadi Titik Balik

Skandal ini muncul di tengah hubungan Thailand–Kamboja yang kembali memanas pasca bentrokan perbatasan di bulan Mei. Seorang tentara Kamboja tewas, dan masing-masing negara saling menyalahkan. Dalam konteks itulah, percakapan Paetongtarn dengan Hun Sen menjadi sangat krusial—dan eksplosif ketika bocor.

Hun Sen sendiri mengaku membagikan rekaman itu kepada sekitar 80 pejabat Kamboja. Ia menduga kebocoran datang dari salah satu pihak tersebut. Setelah tahu rekaman tersebar, Hun Sen malah mengunggah versi lengkapnya ke Facebook.

Ini rekaman percakapan telepon Paetongtarn Shinawatra dan Hun Sen yang diunggah Hun Sen di akun Facebook resminya pada 18 Juni 2025 pukul 16.39 WIB. Foto: tangkapan layar FB Samdech Hun Sen of Cambodia 

Kini, Paetongtarn berada dalam posisi yang sulit. Ia telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Tapi bagi banyak pihak, maaf saja tidak cukup.

Akankah Ia Bertahan?

Pertanyaannya kini bukan lagi siapa membocorkan rekaman itu. Tapi apakah Paetongtarn masih bisa bertahan sebagai perdana menteri?

Dari percakapan satu telepon, kredibilitasnya diguncang. Koalisinya retak. Oposisi bersiap menyerang. Dan publik Thailand, yang sudah lama lelah dengan instabilitas politik, kini menuntut jawaban yang lebih dari sekadar klarifikasi.

Dalam dunia politik, satu percakapan bisa jadi penentu. Bagi Paetongtarn, telepon itu bisa menjadi awal dari akhir karier politiknya—atau justru titik balik untuk membuktikan kepemimpinan yang lebih matang.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Dukung Jurnalisme Kami: https://saweria.co/PTMULAMULAMEDIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *