
INDONESIA menghadapi tantangan besar di panggung daya saing global. Laporan World Competitiveness Ranking 2025 yang dirilis IMD (Institute for Management Development) mencatat posisi Indonesia melorot dari peringkat 34 ke 41 dari total 67 negara. Penurunan ini menandai alarm serius, bukan sekadar statistik tahunan.
Di tengah ambisi menjadi kekuatan ekonomi dunia, posisi Indonesia justru tertinggal dibanding beberapa negara tetangga. Malaysia (23) dan Thailand (30) melaju lebih cepat, sementara Filipina (51) mulai mengejar lewat dorongan ekonomi digital. Indonesia sendiri justru terpaku pada model ekonomi berbasis komoditas yang kian rentan terhadap guncangan pasar global.
Ketimpangan Antara Ambisi dan Kenyataan
Empat pilar utama penilaian—kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur—semuanya menunjukkan tren negatif. Efisiensi pemerintahan dan kualitas infrastruktur digital menjadi sorotan. Kecepatan internet Indonesia hanya sekitar 29 Mbps, jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 138 Mbps. Belanja untuk riset, paten, pendidikan, dan kesehatan juga masih rendah, menandakan lemahnya komitmen terhadap ekonomi berbasis pengetahuan.
Baca juga: Ketidakpastian Global dan Perlambatan Ekonomi, Bagaimana Indonesia Bersiap?
Di sisi lain, peringkat investasi asing langsung (FDI) Indonesia juga menurun. Dunia usaha global mulai meragukan kepastian hukum dan iklim regulasi di dalam negeri. Tanpa perbaikan tata kelola, daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi berisiko terus menyusut.

SDM dan Bonus Demografi di Persimpangan
Indonesia tengah menikmati bonus demografi. Namun, potensi besar ini bisa berubah jadi beban jika kualitas sumber daya manusia tidak ditingkatkan. Data menunjukkan, 17,3 persen anak muda Indonesia menganggur, dan sekitar 1 dari 5 masuk kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training). Angka ini mengindikasikan rendahnya akses pelatihan teknis dan minimnya penciptaan lapangan kerja bernilai tambah.
Baca juga: Tiga Protokol Diratifikasi, Apa Dampaknya bagi Indonesia?
Sementara itu, daya saing SDM Indonesia masih berada di peringkat 46 dari 67 negara, jauh dari harapan untuk menjadi bagian dari ekonomi maju.
Saatnya Menata Ulang Prioritas Pembangunan
Daya saing bukan sekadar urusan pertumbuhan ekonomi. Ini tentang kepercayaan publik, inklusi sosial, kualitas birokrasi, dan kemampuan berinovasi. Dunia saat ini bergerak ke arah ekonomi hijau dan digital. Tanpa fondasi sosial yang kuat dan ekosistem usaha yang adaptif, Indonesia berisiko gagal memanfaatkan potensi besar yang dimilikinya.
Alih-alih hanya mengejar angka pertumbuhan, Indonesia perlu menata ulang orientasi pembangunannya: memperkuat institusi, memastikan kebijakan pro-investasi yang adil, serta menjadikan pendidikan, riset, dan teknologi sebagai tulang punggung pembangunan jangka panjang.
Kita tidak kekurangan peluang. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk berubah. ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.