Energi Murah ala BlueSun, Jalan Pintas Transisi Hijau Indonesia?

Panel surya di atap gedung komersial menunjukkan bagaimana ruang perkotaan dapat dimanfaatkan untuk mendukung transisi energi bersih. Foto: Kindel Media/ Pexels.

BLUESUN International, konsorsium teknologi bersih asal Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat, mengumumkan pencapaian baru. Mereka mengklaim mampu menghasilkan listrik terbarukan hanya dengan biaya 1,9 sen USD per kWh, serta penyimpanan energi 1,4 sen USD per kWh. Jika angka ini benar adanya, energi fosil dapat tergeser.

Selama ini, alasan utama keterlambatan adopsi energi hijau adalah karena dianggap mahal. Namun, dengan biaya serendah ini, argumen tersebut tidak lagi relevan.

Indonesia dan Tantangan Transisi

Di Indonesia, tarif listrik rumah tangga nonsubsidi masih sekitar Rp1.699/kWh atau setara 10 sen USD/kWh. Sementara di banyak desa, listrik masih mengandalkan PLTD berbahan bakar diesel yang biayanya bisa dua hingga tiga kali lebih mahal.

Baca juga: Tak Perlu BBM, Sulawesi hingga Timor Bisa Hidup dari Energi Alam

Jika teknologi serupa diterapkan di Indonesia, listrik murah dan bersih dapat menjangkau lebih banyak wilayah. Desa-desa di Papua dan Nusa Tenggara, misalnya, dapat memperoleh akses listrik tanpa harus bergantung pada mesin diesel yang boros dan kotor.

Pemasangan panel surya di atap rumah menunjukkan bagaimana energi bersih dapat hadir hingga ke tingkat hunian masyarakat. Foto: Molnár Tamás Photography/ Pexels.
Gedung sebagai Pembangkit

BlueSun juga menawarkan inovasi menarik solar facade, yakni panel surya yang dipasang pada dinding atau atap gedung. Dengan teknologi ini, gedung pencakar langit tidak hanya menjadi ikon kota, tetapi juga berfungsi sebagai pembangkit listrik mini.

Baca juga: Antara Ideal dan Biaya, Dilema Indonesia dalam Transisi Energi

Jika diaplikasikan di kampus, apartemen, hingga pusat perbelanjaan, potensi penghematan energi fosil di perkotaan akan sangat signifikan.

Pekerjaan Rumah bagi Indonesia

Masalah di Indonesia bukan hanya soal teknologi, melainkan juga regulasi dan pembiayaan. Aturan yang kerap berubah membuat investor ragu. Padahal, potensi PLTS di Indonesia mencapai 3.295 GW, tetapi yang terpasang baru sekitar 0,5 GW.

Baca juga: Transisi Energi Indonesia, Antara Ambisi Global dan Realita Lokal

Dengan potensi sebesar itu, pertanyaan pentingnya adalah, apakah Indonesia siap mengambil peluang energi hijau murah seperti yang ditawarkan BlueSun? ***

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *