
Foto: Masood Aslami/ Pexels.
UNI Eropa akhirnya resmi mengumumkan target baru untuk melawan krisis iklim, yakni memangkas emisi gas rumah kaca sebesar 90 persen pada 2040 dibandingkan tingkat tahun 1990.
Keputusan itu diambil setelah perundingan panjang dan alot di antara negara-negara anggota, hanya beberapa minggu jelang KTT Iklim PBB (COP30) di Brasil.
Ambisi Besar, tapi Tak Tanpa Kelonggaran
Di atas kertas, angka 90 persen tampak ambisius, tapi realisasinya tidak sesederhana itu. Uni Eropa memberi kelonggaran bagi negara-negara anggotanya untuk menggunakan kredit karbon internasional hingga 5 persen. Artinya, sebagian pengurangan emisi bisa “dibeli” dari proyek hijau di luar Eropa, bukan seluruhnya dicapai lewat pengurangan nyata di dalam negeri.
Baca juga: Kredit Karbon, Jalan Pintas Uni Eropa Hindari Tanggung Jawab Emisi?
Bahkan, Uni Eropa masih membuka kemungkinan tambahan 5 persen kredit karbon lagi di masa depan. Jika itu dipakai, maka pengurangan emisi riil di Eropa hanya akan sekitar 80 persen saja. Kompromi ini jadi titik tengah antara ambisi tinggi dan tekanan ekonomi yang nyata.
Antara Iklim dan Industri
Beberapa negara seperti Polandia, Slovakia, dan Hungaria menolak target ini karena khawatir industri mereka tak sanggup bersaing akibat biaya energi yang tinggi. Namun, negara seperti Belanda, Spanyol, dan Swedia justru mendukung langkah berani itu. Bagi mereka, iklim ekstrem dan banjir yang makin sering terjadi adalah bukti bahwa penundaan justru lebih mahal.
“Menetapkan target iklim bukan cuma soal angka, tapi keputusan politik dengan konsekuensi besar bagi seluruh benua,” kata Menteri Iklim Denmark, Lars Aagaard.

Untuk menenangkan pihak yang keberatan, Uni Eropa juga menunda peluncuran pasar karbon baru dari 2027 ke 2028.
Politik Hijau di Tengah Awan Ekonomi
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dijadwalkan membawa hasil kesepakatan ini ke forum COP30. Sebelumnya, para peneliti iklim di Dewan Penasihat Ilmiah UE menilai target 90 persen sudah sesuai sains, tapi memperingatkan agar pembelian kredit karbon tidak mengalihkan investasi dari industri hijau di Eropa sendiri.
Baca juga: Eropa Tunda Lagi Aturan Anti-Deforestasi hingga Akhir 2025
Di sisi lain, negara seperti Prancis dan Portugal meminta batas kelonggaran 5 persen, sementara Italia dan Polandia menginginkan hingga 10 persen.
“Kami tidak ingin menghancurkan ekonomi, tapi kami juga tidak ingin menghancurkan iklim,” ujar Wakil Menteri Iklim Polandia, Krzysztof Bolesta, seperti dikutip Reuters.
Jalan Panjang Menuju Transisi Hijau
Kesepakatan ini menunjukkan dua wajah Eropa. Satu sisi bertekad memimpin transisi hijau, sisi lain masih terikat pada realitas biaya energi dan tekanan industri. Namun satu hal jelas, dengan atau tanpa kompromi, Eropa tetap ingin dilihat sebagai pemimpin global dalam aksi iklim.
Pertanyaannya, apakah dunia akan melihat langkah ini sebagai kemajuan nyata, atau hanya kompromi politik berwarna hijau? ***
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel Mulamula.id dengan klik tautan ini.